Selasa, 11 Oktober 2011


MENGAPA DAN UNTUK APA KITA MEMPELAJARI
KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA?
Suatu Pengantar

       Suatu perang terjadi antara sebuah kerajaan Melayu di Indonesia dan sebuah angkatan perang penjajah karena perkara “sepele.” Ketika berkunjung ke kerajaan itu, komandan bule mencium tangan sang permaisuri sebagai tanda penghormatan. Raja marah, menganggap pemimpin kolonial itu kurang ajar.
Cerita di atas adalah contoh komunikasi antarbudaya. Bila komunikasi terjadi antara orang-orang yang berbeda bangsa, ras, bahasa, agama, tingkat pendidikan, status sosial atau bahkan jenis kelamin, komunikasi tersebut dapat dikatakan komunikasi antarbudaya. Setiap komunikasi dengan orang lain yang berbeda mengandung potensi komunikasi antarbudaya, karena kita selalu berbeda “budaya” dengan orang tersebut.
Budaya-budaya yang berbeda memiliki sistem-sistem nilai yang berbeda. Cara  berkomunikasi sangat bergantung pada budaya kita: budaya, aturan, dan norma masing-masing. Sebagai contoh bahwa orang-orang Eskimo mempunyai 20 kata untuk melukiskan tentang salju yang lembek, salju yang keras, salju yang indah, salju yang licin/berbahaya dan sebagainya. Perilaku manusia berbeda-beda tidak ada yang sama, tidak bersifat acak, semakin kita mengenal kebudayaan orang lain semakin kita terampil dalam mempenuhi kebutuhan budaya, kita dapat mengenal budaya orang lain sehingga kita tidak melanggar aturan atau norma yang berlaku di daerah tersebut.
Perbedaan-perbedaan komunikasi dapat menyebabkan komunikasi tidak lancar, timbul perasaan tidak nyaman atau kesalahpahaman, seperti dilukiskan oleh contoh sebagai berikut:
Seorang pria Indonesia merasa malu, benci, jijik, dan ingin marah ketika pipinya dicium oleh seorang pria Arab ketika ia baru tiba di Jeddah untuk menuaikan ibadah haji. Bagi orang Arab, perilaku itu setulusnya menandakan persahabatan, namun bagi orang Indonesia mengisyaratkan perilaku homo seksual.
Pada saat ini kesalahpahaman-kesalahpahaman masih sering terjadi ketika bergaul dengan kelompok budaya yang berbeda. Problem utamanya adalah kita cenderung menganggap budaya kita sebagai suatu kemestian, tanpa mempersoalkannya lagi, dan karenanya kita menggunakan sebagai standar untuk mengukur budaya-budaya lain. Bila seseorang tidak menyetujui nilai-nilai kita sebenarnya tidak berarti bahwa orang itu salah, bodoh atau sinting, secara kultural orang itu sedikit berbeda dari kita. Ketika kita berkomunikasi dengan orang-orang lain, kita dihadapkan dengan bahasa-bahasa, aturan-aturan, dan nilai-nilai sangat etnosentrik. Menurut Summer etnosentrisme adalah “memandang segala sesuatu dalam kelompok sendiri sebagai pusat segala sesuatu itu, dan hal-hal lainnya diukur dan dilihat berdasarkan rujukan kelompoknya.”
Menurut Litvin ada banyak alasan-alasan dalam mempelajari komunikasi antarbudaya, dimana memiliki tujuan dan gagasan-gagasan yang cukup komprehensif. Alasan untuk memperlajari komunikasi antarbudaya sebagai berikut.
1.    Dunia sedang menyusut dan kapasitas memahami keanekaragaman budaya sangat diperlukan.
2.    Semua budaya berfungsi dan penting bagi pengalaman anggota-anggota budaya meskipun nilai-nilai berbeda.
3.    Nilai-nilai setiap masyarakat se”baik”nilai-nilai masyarakat lainnya.
4.    Setiap individu dan/ atau budaya berhak menggunakan nilai-nilainya sendiri.
5.    Perbedaan-perbedaan individu itu penting, namun ada asumsi dan pola-pola budaya mendasar yang berlaku.
6.    Pemahaman atas nilai-nilai budaya sendiri merupakan prasyarat untuk mengidentifikasi dan memahami nilai-nilai budaya lain.
Mengenai tujuan studi komunikasi antarbudaya, Litvin menguraikan bahwa tujuan bersifat kognitif dan afektif, yaitu untuk:
1.    Menyadari bias budaya sendiri.
2.    Lebih peka secara budaya.
3.    Memperoleh kapasitas untuk benar-benar terlibat dengan anggota dari budaya lain untuk menciptakan hubungan yang langgeng dan memuaskan dengan orang tersebut.
4.    Merangsang pemahaman yang lebih besar atau budaya sendiri.
5.    Memperluas dan memperdalam pengalaman seseorang.
6.    Mempelajari keterampilan komunikasi yang membuat seseorang mampu menerima gaya dan isi komunikasinya sendiri.
7.    Membantu memahami budaya sebagai hal yang menghasilkan dan memelihara semesta wacana dan makna bagi para anggota.
8.    Membantu memahami kontak antarbudaya sebagai suatu cara memperoleh pendangan ke dalam budaya sendiri: asumsi-asumsi, nilai-nilai, kebebasan-kebebasan dan keterbatasannya.
9.    Membantu memahami model-model, konsep dan aplikasi bidang komunikasi antarbudaya.
10.    Membantu menyadari bahwa sistem-sistem nilai yang berbeda dapat dipelajari secara sistematis, dibandingkan, dan dipahami.
Jadi mempelajari komunikasi sanggat penting sehingga dalam berkomunikasi bisa di terima dengan mudah oleh masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar