MENGAPA DAN UNTUK APA KITA MEMPELAJARI
KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA?
Suatu Pengantar
Suatu
perang terjadi antara sebuah kerajaan Melayu di Indonesia dan sebuah angkatan
perang penjajah karena perkara “sepele.” Ketika berkunjung ke kerajaan itu,
komandan bule mencium tangan sang permaisuri sebagai tanda penghormatan. Raja
marah, menganggap pemimpin kolonial itu kurang ajar.
Cerita
di atas adalah contoh komunikasi antarbudaya. Bila komunikasi terjadi antara
orang-orang yang berbeda bangsa, ras, bahasa, agama, tingkat pendidikan, status
sosial atau bahkan jenis kelamin, komunikasi tersebut dapat dikatakan
komunikasi antarbudaya. Setiap komunikasi dengan orang lain yang berbeda
mengandung potensi komunikasi antarbudaya, karena kita selalu berbeda “budaya”
dengan orang tersebut.
Budaya-budaya
yang berbeda memiliki sistem-sistem nilai yang berbeda. Cara berkomunikasi sangat bergantung pada budaya
kita: budaya, aturan, dan norma masing-masing. Sebagai contoh bahwa orang-orang
Eskimo mempunyai 20 kata untuk melukiskan tentang salju yang lembek, salju yang
keras, salju yang indah, salju yang licin/berbahaya dan sebagainya. Perilaku
manusia berbeda-beda tidak ada yang sama, tidak bersifat acak, semakin kita
mengenal kebudayaan orang lain semakin kita terampil dalam mempenuhi kebutuhan
budaya, kita dapat mengenal budaya orang lain sehingga kita tidak melanggar
aturan atau norma yang berlaku di daerah tersebut.
Perbedaan-perbedaan
komunikasi dapat menyebabkan komunikasi tidak lancar, timbul perasaan tidak
nyaman atau kesalahpahaman, seperti dilukiskan oleh contoh sebagai berikut:
Seorang pria Indonesia
merasa malu, benci, jijik, dan ingin marah ketika pipinya dicium oleh seorang pria
Arab ketika ia baru tiba di Jeddah untuk menuaikan ibadah haji. Bagi orang
Arab, perilaku itu setulusnya menandakan persahabatan, namun bagi orang
Indonesia mengisyaratkan perilaku homo seksual.
Pada saat ini
kesalahpahaman-kesalahpahaman masih sering terjadi ketika bergaul dengan
kelompok budaya yang berbeda. Problem utamanya adalah kita cenderung menganggap
budaya kita sebagai suatu kemestian, tanpa mempersoalkannya lagi, dan karenanya
kita menggunakan sebagai standar untuk mengukur budaya-budaya lain. Bila
seseorang tidak menyetujui nilai-nilai kita sebenarnya tidak berarti bahwa
orang itu salah, bodoh atau sinting, secara kultural orang itu sedikit berbeda
dari kita. Ketika kita berkomunikasi dengan orang-orang lain, kita dihadapkan
dengan bahasa-bahasa, aturan-aturan, dan nilai-nilai sangat etnosentrik.
Menurut Summer etnosentrisme adalah “memandang segala sesuatu dalam kelompok
sendiri sebagai pusat segala sesuatu itu, dan hal-hal lainnya diukur dan
dilihat berdasarkan rujukan kelompoknya.”
Menurut Litvin ada
banyak alasan-alasan dalam mempelajari komunikasi antarbudaya, dimana memiliki
tujuan dan gagasan-gagasan yang cukup komprehensif. Alasan untuk memperlajari
komunikasi antarbudaya sebagai berikut.
1. Dunia
sedang menyusut dan kapasitas memahami keanekaragaman budaya sangat diperlukan.
2. Semua
budaya berfungsi dan penting bagi pengalaman anggota-anggota budaya meskipun
nilai-nilai berbeda.
3. Nilai-nilai
setiap masyarakat se”baik”nilai-nilai masyarakat lainnya.
4. Setiap
individu dan/ atau budaya berhak menggunakan nilai-nilainya sendiri.
5. Perbedaan-perbedaan
individu itu penting, namun ada asumsi dan pola-pola budaya mendasar yang
berlaku.
6. Pemahaman
atas nilai-nilai budaya sendiri merupakan prasyarat untuk mengidentifikasi dan
memahami nilai-nilai budaya lain.
Mengenai tujuan studi
komunikasi antarbudaya, Litvin menguraikan bahwa tujuan bersifat kognitif dan
afektif, yaitu untuk:
1. Menyadari
bias budaya sendiri.
2. Lebih
peka secara budaya.
3. Memperoleh
kapasitas untuk benar-benar terlibat dengan anggota dari budaya lain untuk
menciptakan hubungan yang langgeng dan memuaskan dengan orang tersebut.
4. Merangsang
pemahaman yang lebih besar atau budaya sendiri.
5. Memperluas
dan memperdalam pengalaman seseorang.
6. Mempelajari
keterampilan komunikasi yang membuat seseorang mampu menerima gaya dan isi
komunikasinya sendiri.
7. Membantu
memahami budaya sebagai hal yang menghasilkan dan memelihara semesta wacana dan
makna bagi para anggota.
8. Membantu
memahami kontak antarbudaya sebagai suatu cara memperoleh pendangan ke dalam
budaya sendiri: asumsi-asumsi, nilai-nilai, kebebasan-kebebasan dan
keterbatasannya.
9. Membantu
memahami model-model, konsep dan aplikasi bidang komunikasi antarbudaya.
10. Membantu
menyadari bahwa sistem-sistem nilai yang berbeda dapat dipelajari secara
sistematis, dibandingkan, dan dipahami.
Jadi
mempelajari komunikasi sanggat penting sehingga dalam berkomunikasi bisa di
terima dengan mudah oleh masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar