Definisi periklanan
Ada tiga istilah yang umum dipakai
di indonesia untuk menyebut advertising, yaitu: reklame, advertensi, dan
iklan.reklame berasal dari bahasa belanda yang dieja sebagai reclame.kata itu
juga berasal dari bahasaperancis reclamare. Advertensi berasal dari bahasa belanda
advertentie yang juga mengacu pada bahasa inggris advertising.Sedangkan iklan
yang umum dipakai dalam bahasa Melayu berasal dari bahasa Arab i’lan atau
i’lanun secara harfiah berarti informasi.
Banyak definisi diberikan bagi kata
‘periklanan’, akan tetapi salah satu yang paling sederhana dengan harapan
agar kita tidak berdebat soal ini. Periklanan adalah kegiatan komunikasi yang
dilakukan pembuat barang, atau pemasok jasa dengan masyarakat banyak atau
sekelompok orang tertentu yang bertujuan untuk menunjang upaya pemasaran.
Komunikasi dilakukan dengan menggunakan gambar, suara atau kata-kata, gerak
atau bau yang disalurkan melalui media atau secara langsung. Berdasarkan
pengertian ini maka ‘Biro Iklan’ adalah lembaga usaha yang memberikan jasa
periklanan bagi siapa yang membutuhkan baik perorangan, perusahaan pembuat
barang atau pemasok jasa bahkan pemerintah. Oleh karena bentuk pelayanan
periklanan meliputi berbagai jenis kegiatan maka dilihat dari skala usahanya
ada berbagai ukuran sebuah biro iklan.
SEJARAH PERIKLANAN DUNIA
Masa sebelum ditemukannya mesin
cetak
Pesan komersial dan publikasi
kampanye politik sudah ditemukan dalam reruntuhan bangsa Arab kuno. Orang-orang
mesir menggunakan papyrus untuk membuat pengumuman mengenai barang-barang yang
di jual dan membuat poster yang ditempelkan di dindng, saat iklan mengenai
‘lost and found’ mulai marak di Yunani dan Romawi kuno. Lukisan dinding dan
batu untuk iklan komersial merupakan manifestasi lain dari bentuk periklanan
kuno, dimana hal itu menunjukkan kehadiran iklan masa lalu di bagian Asia,
Afrika, dan Amerika Selatan.
Para arkeolog meyakini, advertising
sudah ada sejak zaman dulu. Advertising dilakukan dalam berbagai bentuk
“mempublikasikan” berbagai peristiwa (event) dan tawaran (offers). Metode iklan
pertama yang dilakukan oleh manusia sangat sederhana. Pemilik barang yang ingin
menjual barangnya akan berteriak di gerbang kota menawarkan barangnya pada
pengunjung yang masuk ke kota tersebut. Iklan sudah dikenal manusia dalam
bentuk pesan berantai (word of mouth) yang bentuknya pengumuman-pengmuman.
Pesan berantai itu disampaikan dari mulut ke mulut untuk membantu kelancaran
proses jual-beli.
Pesan iklan dalam bentuk tertulis
mulai ditemukan pada masa Babylonia 3000 SM berupa kepingan tanah liat (clay
tablet) bertuliskan prasasti tentang dealer salep (ointment dealer), juru tulis
(scribe) dan pembuat sepatu.
Peninggalan Mesir dan Yunani Kuno
berupa pengumuman-pengumuman di dinding dan naskah di daun papirus, memberikan
pengumuman tentang datangnya kapal pembawa anggur, rempah-rempah, logam,
barang-barang dagangan baru, acara-acara (pertarungan gladiator) yang
bakal digelar, budak yang lari dari tuannya. Orang-orang Roma mengecat dinding
untuk mengumumkan perkelahian gladiator. Iklan pada jaman ini hanya berupa
surat edaran. Karena masih banyak yang buta huruf, pengumuman-pengumuman itu
dibacakan oleh tukang teriak (town crier) yang biasa didampingi pemain musik.
Terakota Yunani dan Romawi Kuno
sudah digunakan untuk mengumumkan lost & found. Di reruntuhan kota Pompeii
terdapat tanda-tanda di terakota yang mengiklankan apa ynag dijual di toko :
danging sapi (row of hams), sapi penghasil susu, kulit untuk sepatu. Disaping
itu juga ditemukan bukti-bukti adanya pesan-pesan politik.
Orang-orang Ponosea melukis gambar
untuk mempromosikan perangkat keras mereka di batu-batu besar di sepanjang
jalur parade. Di Pompei misalkan, banyak lukisan seorang tokoh politisi dan
meminta dukungan suara dari masyarakat. Di Perancis, traditional advertising
sudah marak tahun 550 Sebelum Masehi untuk mengiklankan kaum negro sebagai
budak.
Pada zaman Julius Caesar di eropa
banyak toko dan penginapan yang sudah pakai tanda, papan nama, atau simbol,
untuk membantu mereka yang buta huruf. Misalnya penginapan dengan simbol Man in
The Moon, Three Squirrels, Hole in The Wall.
Untuk ribuan tahun-tahun awal, orang
beriklan untuk mempromosikan dua hal, tempat dan jasa.
Demikian pula berbagai gambar di
batu cadas(rock paintings) di berbagei situs lama di Asia, Afrika, dan Amerika
Latin menunjukkan kehadiran “iklan” di masa lalu.
Masa setelah ditemukannya mesin
cetak
Penemuan mesin cetak Gutenberg 1450
meningkatkan angka melek huruf sehingga merangsang orang untuk berbisnis iklan.
Periklanan jadi bisnis massal. Bentuk awalnya berupa poster,handbill
(selebaran), dan iklan baris (classified) di surat kabar.
Pada tahun 1472 William
Caxton di London mencetak iklan berbahasa Inggris pertama berupa selebaran
(handbill) berisi tuntunan keagamaan tentang perayaan paskah (rules for the
guidance of the clergy at easter). Versi lain mengatakan iklannya berupa
penjualan injil (prayer book). Awal abad 16 dan 17 yang banyak ditampilkan
adalah iklan tentang budak belian, kuda buku, obat.
Sebagai bentuk printed advertising,
periklanan berkembang di awal abad 15-16. Beberapa waktu kemudian mulai muncul
metode iklan dengan tulisan tangan dan dicetak di kertas besar yang berkembang
di Inggris. Iklan pertama yang dicetak di Inggris ditemukan pada Imperial
Intelligencer Maret 1648.
Pada tahun 1622 Surat kabar
terbit di Inggris terbit untuk pertama kalinya,The Weekly News kemudian disusul
The Tattler yang terbit tahun 1709 dan The Spectator yang terbit pada 1711.
Ketiga Koran ini merupakan media cetak yang membawa lembaran iklan secara
piggy-back.
Pada tahun 1655 istilah
iklan (advertisement) muncul pertama kali dalam injil untuk menunjuk istilah
“peringatan”/“pemberitahuan” (warning/ notification).
Pada tahun 1660 mulai
istilah itu dipaka untuk keperluan informasi komersial (commercial
information), khususnya oleh para saudagar toko.Pesan-pesan iklan lama
kehalaman semakin simple dan inovatif sejak tahun 1700 dan 1800-an.
Pada tahun 1690 lahir
Public Occurencs Both Foreign and Dometic, Koran (tidak harian) pertama di
Amerika hanya membuat satu berita (issue).
Periklanan secara nyata mulai
menunjukkan kemajuan di awal abad 17 di Inggris untuk mempromosikan buku dan
Koran yang mulai berkembang.Pada abad ke-17 di Inggris, pesan-pesan komersial
masih berbentuk poster atau selebaran lepas yang dikirim dalam lipatan surat
kabar. Produk yang paling banyak diiklankan pada masa ini adalah buku dan
obat-obatan.
Pada tahun 1704 Boston
Newsletter, koan AS pertama yang muat iklan, berupa tawaran hadiah bagi yang
bisa menangkap pencuri baju.
Iklan-iklan media cetak pada abad 18
umumnya ditunjukan pada sasaran pembaca di Eropa yang menyebutkan adanya
tanah-tanah garapan yang menantang untuk masa depan di Amerika. Salah satunya
iklan ada tanah 150 ha di Philadelphia.
Pada tahun 1729 Iklan
pertama di surat kabar “ Pennysilvania Gazette” yang terbit di Amerika Serikat.
Amerika waktu itu masih menjadi wilayah jajahan Inggris, dan surat kabar yang
didirikan oleh Benjamin Franklin itu berhasil mencapai tiras tertinggi serta
pendapatan iklan terbesar pada masanya.
Pada tahun 1740 poster cetak
outdoor pertama muncul di London (disebut “hoarding”).
Pada tahun 1776 muncul
iklan proklamasi kemerdekaan AS di Pennsylvania Evening Post and Daily
Advertiser, Koran yang terbit secara harian pertama di AS.
Ketika aktivitas perekonomian mulai
meningkat diberbagai penjuru dunia, di abad 18-an, di Amerika Serikat,
periklanan mulai mendapat perhatian besar. Beberapa toko di Eropa mulai
berfungsi sebagai agen yang mengumpulkan iklan untuk surat kabar.
Sangat boleh jadi Sears catalog
menjadi inspirasi bagi lahirnya iklan display di media cetak. Sears adalah
pelopor rantai toko (chain stores) di A.S yang kemudian berkembang menjadi department
stores. Kehadiran Sears yang menjual berbagai barang secara lengkap
menggantikan toko-toko serupa berskala kecil yang pada waktu itu disebut dengan
mercantile.
Tampilan dan peragaan produk seperti
di Sears Catalog itulah yang kemudian dijumpai di berbagai surat kabar
dan majalah di Amerika Serikat, serta kemudian menyebar ke seluruh dunia. Di
masa kini penampilan seperti itu sering disebut sebagai display advertising
(iklan komersial)
Pada abad ke-19 mulai dikenal
pembelian ruang iklan melalui agen perseorangan (menyalurkan lagi ke perusahaan
periklanan). Pada masa dinasti Edo di Jepang, awal abad-19 selebaran yang
didistribusikan bersama surat kabar juga banyak membawa pesan-pesan komersial,
khususnya tentang obat-obatan.
Pertumbuhan ekonomi dunia yang mulai
bergerak pesat pada awal abad ke-19 akhirnya memicu hadirnya iklan di surat
kabar amerika Serikat, beberapa surat kabar mulai memuat pesan-pesan singkat
tentang produk, tampil dengan huruf-huruf kecil di dalam kotak, di antara
berita dan Tulsan lain. Iklan yang saat ini disebut sebagai classified
advertisement ini mempromosikan berbagai jenis barang dan jasa.
Pada tahun 1841
Volney Palmer, “orang iklan” (adman) masa-masa awal, bertindak sebagai media
broker / agen, mendapat komisi dari pemasangan iklan di media (media
placement). Palmer mendirikan Agensi Periklanan pertama oleh Volney Palmer di
Boston. Pada waktu itu, agensi periklanannya masih sebatas perantara pemasar
dengan pihak surat kabar sebagai penerbit iklan
Pada tahun 1844 muncul
iklan majalah pertama di majalah Southern Messenger dengan editornya Edgar
Allan Poe (pengarang Tarzan). Majalah-majalah iklan periode awal yang masih
terbit sampai sekarang adalah Cosmopolitan, ladies Home Journal, ReadeR’s
Digest.
Sampai tahun 1850-an, di Eropa iklan
belum sepenuhnya dimuat di surat kabar. Kebanyakan masih berupa pamflet,
leaflet, dan brosur.
Pada tahun 1864 periklanan
berkembang seiring perkembangan pers yang juga ditandai berkembangnya
perusahaan periklanan dengan fungsi sederhana.
Pada tahun 1871 Charles
bates membuat biro iklan professional pertama kali.
Pada tahun 1875
di Philadelpia, dibuat agensi periklanan yang lebih multi fungsi. Dalam periode
ini pula wanita mulai mengambil porsi. Baik sabagai tenaga periklanan, maupun
sebagai image produk iklan. Penggunaan “wanita” sebagai daya tarik, pertama
kali dipakai dalam iklan sabun mandi.
Pada tahun 1880
John Power, penulis naskah iklan (copywriter) pertama
Setelah 1880an, perusahaan
periklanan meningkatkan fungsi dengan menawarkan konsultasi dan jasa periklanan
lain
Pada tahun 1891
J Walter Thompson, Account Executive pertama.
Pada tahun 1920 KDKA
stasiun radio pertama di dunia lahir di Pittsburgh. Saat radio siaran mulai
mengudara di tahun 1920-an, periklanan di radio pun mulai marak walaupun secara
teknis dan daya tarik, tidak seperti yang kita nikmati saat ini. Sponsorsif
saat itu lebih banyak dikuasai satu orang/pihak. Misalnya, sponsorsif suatu
radio, dikuasai satu bisnisman. Dengan kata lain, space iklan digunakan
sendiri. Tapi seiring dengan tingginya persaingan, kondisi ini berangsur-angsur
berubah.
Pada tahun 1922 Iklan
pertama di radio duniaWEAF, New York.
Pada tahun 1939 NBC,
stasiun tv pertama.
Periklanan masuk dunia televisi di
awal tahun 1940an. Iklannya bisa berupa commercial atau public
advertising
Pada tahun 1941 Iklan
televisi hitam/putih pertama di New York, Amerika Serikat mengiklankan
Arloji Bulova dengan harga spot US $ 9.
Pada tahun 1954 Iklan
televisi berwarna pertama ditayangkan. Mengiklankan Castro Decorate, New York.
Pada peralihan menuju abad ke-20,
sistem manajemen periklanan modern seperti posisi manajer iklan mulai
diterapkan
Di akhir 1980 dan awal 1990
memperlihatkan kemunculanTv Kabel dan MTV, sebagai bagian darinya. Sebagai
Pionir dalam konsep musik-video, Pelayanan MTV merupakan sebuah tipe periklanan
yang baru. Konsumen lebih menyimak pesan yang diiklankan MTV dibandingkan
dengan membeli setelah mendapat informasi dari media lain. Saat tv kabel dan tv
satelit mengalami peningkatan secara umum, beberapa saluran berada di posisi
puncak, termasuk saluran yang seluruh durasinya berisi iklan seperti QVC, Home
Shopping Network, dan Shop Tv.
Pemasaran melelui internet membuka
batas baru bagi periklanan dan memberikan kontribusi pada ‘boomingnya’
“dot-com” tahun 1990. Seluruh perusahaan terus beroperasi semata-mata dalam
bidang periklanan, dan menawarkan segalanya untuk kupon berlangganan internet
gratis. Memasuki abad ke-21 sejumlah website, termasuk ‘mesin pencarian google’
memulai perubahan dalam dunia periklanan on-line dengan mengekspansi relevansi
kontekstual, tidak menonjolkan iklan dibandingkan dengan pemberian bantuan dan
lebih utama ketimbang membanjiri konsumen dengan brosur. Hal ini menandai
kebangkitan dari upaya untuk meningkatkan trend periklanan interaktif.
Tahun 2004 biaya permasangan iklan
di Amerika Serikat mencapai sekitar $212 miliar. Sementara belanja iklan
di seluruh dunia mencapai lebih dari $414 miliar. Sebuah angka yang luar
biasa besar. Sementara accounting firm Pricewaterhouse Coopers
menyebutkan, tahun 2010, belanja iklan seluruh dunia akan mencapai lebih
dari setengah triliun dolar Amerika Serikat.
Pemasangan iklan saat ini, banyak
dilakukan berbagai macam organisasi nirlaba, profesi, pemerintahan dan badan
social. Bahkan pembelanja iklan terbesar ke 25 adalah pemerintah Amerika
Serikat.
Saat ini, inovasi dunia periklanan
semakin berkembang pesat dengan menggunakan metode pendekatan yang tidak biasa,
seperti mendirikan panggung di area public, memberi hadiah mobil dalam
mempromosikan brand tertentu, dan mengadakan promosi interaktif dimana konsumen
bisa merespon dan menjadi bagian saat promosi berlangsung. Hal ini memberi
gambaran perkembangan trend periklanan interaktif melalui penempatan produk,
voting melalui SMS dan berbagai inovasi lainnya yang menggunakan jaringan
internet, seperti MySpace dan media telekomunikasi mutakhir lainnya.
Legenda Periklanan Dunia
Leo Burnett
Leo Burnett Agency, Chicago Mendirikan
biro iklan di Chicago. Filosofi biro iklannya adalah “Gapailah ketinggian,
karena dengan cara itu kita tidak akan mengejar segenggam lumpur”. Prinsipnya
yang paling terkenal adalah “Ide Besar”. Menurutnya setiap kampanye harus
mengandung ide yang Akan bertahan selama bertahun-tahun dan memisahkannya
dengan hal yang lain. Beberapa karya periklanan Burnett bersumber pada
nilai-nilai kemanusiaan universal.
Rooser Reeves (1910-1984)
Rooser Reeves (1910-1984)
Ted Bates & Co, New York Tokoh
periklanan pada tahun 1950-an di biro iklan Ted Bates New York. Ia menerbitkan
buku “Reality in Advertising” di tahun 1961 semasa aktif di Ted Bates dan
menjadi best-seller. Teorinya yang paling terkenal di dalam periklanan adalah
USP atau biasa disebut “ Unique Selling Proposition“ dan mengantarkan Rosser
Reeves menjadi terkenal di bidang periklanan. Ia menggambarkan USP di (dalam)
tiga komponen yang mengedepankan prinsip dari teknik menjual agresif.
Menurutnya tugas iklan adalah memasukkan merek sebanyak mungkin kedalam kotak
mental, dengan cara menjual ciri khas dari produk tersebut.
Bill Bernbach (1911-1982)
Bill Bernbach (1911-1982)
Doyle Dane Bernbach, New York” Aku
memperingatkan kamu untuk melawan terhadap kepercayaan bahwa iklan adalah suatu
ilmu pengetahuan ” Bernbach memimpin revolusi periklanan pada dekade 1960-an
dan menjadikannya salah satu kekuatan kreatif paling berpengaruh di dalam
sejarah periklanan. Di biro iklan Doyle Dane Bernbach (DDB) New York, ia
mempelopori iklan yang dibuat lebih jenaka, lebih cerdas dan kadang sangat
tidak sopan.
Ia adalah seorang Adman yang banyak mengilhami orang lain. Setelah kematian Bernbach pada Oktober 1982, prinsipnya berdampak lebih besar pada kultur Amerika dibanding para Adman lain yang telah lahir 133 tahun sebelumnya” 16 tahun kemudian, Dampak Bernbach berlanjut dan tidak berkurang. Ia dianugrahi daftar kehormatan Iklan abad 20 sebagai orang yang paling berpengaruh dalam periklanan. Pengaruhnya masih hidup dan relevan untuk membantu memberi petunjuk untuk industri periklanan sampai abad 21.
Ia adalah seorang Adman yang banyak mengilhami orang lain. Setelah kematian Bernbach pada Oktober 1982, prinsipnya berdampak lebih besar pada kultur Amerika dibanding para Adman lain yang telah lahir 133 tahun sebelumnya” 16 tahun kemudian, Dampak Bernbach berlanjut dan tidak berkurang. Ia dianugrahi daftar kehormatan Iklan abad 20 sebagai orang yang paling berpengaruh dalam periklanan. Pengaruhnya masih hidup dan relevan untuk membantu memberi petunjuk untuk industri periklanan sampai abad 21.
SEJARAH PERIKLANAN INDONESIA
Berawal dari Gerobak Sapi
Pada tahun 1930an, banyak poster dan
papan reklame ditempel pada panel samping gerobak sapi yang hilir mudik
mengangkut barang. Pada masa itu, kebanyakan papan reklame dicetak diatas
lembar plat seng atau logam yang cukup tebal. Banyak pula yang dilapis enamel
agar tahan lama. Setelah tahun 1948, ketika bahan ”ajaib” yang bernama
scothlite ditemukan banyak pula papan reklame yang menggunakan scothlite tadi
karena mampu memantulkan cahaya dengan efek mengagumkan.
Plat-plat seng reklame itu kini
merupakan kolekters item yang berharga di pasar benda-benda antik. Ketika itu,
produk yang paling banyak diiklankan melalui media luar ruang bergerak (moving
outdoor media) antara lain adalah produk-produk ban sepeda dari goodyear dan
michelin, produk sabun dan tapal lidi dari unilever, limun (soda pop) merek
regional, dan produk rokok dari berbagai produsen, termasuk cerutu impor. Media
opportunity pada waktu itu memang sangat terbatas, tetapi orang-orang
periklanan sudah sangat kreatif menggunakan setiap peluang yang ada-termasuk
media tradisional.
Belum terbayangkan ketika itu bahwa
jauh di kemudian hari kreativitas iklan telah melahirkan berbagai media untuk
menempatkan iklan diluar ruang. Transit advertising telah menjadi sub bisnis
besar dalam periklanan. Sisi-sisi bus dan kendaraan umum dipasangan panel
iklan, atau spanduk yang ditarik pesawat terbang rendah, bahkan penutup velg
roda (hubcaps) maupun lampung punggung taksi.
Dari berbagai surat kabar yang
terbit di jakarta, bandung, semarang, surabaya, makasar, manado, dan medan pada
pertengahan abad ke 19, dapat dilihat hadirnya berbagai iklan barang dan jasa
yang memenuhi halaman-halaman media cetak. Beberapa nama koran besar di masa
itu antara lain adalah: Bataviaasch Nieuwsblad, Nieuws van de Dag, Java Bode
(batavia), Preanger Bode (Bandung), De Locomotief (semarang, semula Samarangsche
Nieuws en Advertentieblad), Nieuwe Vorstenlanden (solo), Soerabaiasche Courant
(Surabaya, semula Oostpost), Makassararsche Courant (makasar), Tjahaja Siang
(manado), Sumatra Post (Medan), dan Soematra Bode (padang).
Selain itu, telah mulai hadir pula
berbagai surat kabar dalam bahasa melayu (sebelum kemudian menjadi bahasa
indonesia sejak 1928.) surat kabar berbahasa melayu yang populer pada masa itu
antara lain adalah Medan Moeslimin, Medan Prijaji, Sinar de Jawa, Sinar Terang,
dan Soerat Kabar Minggoean. Kebijaksanaan kontrol informasi yang diterapkan
sangat ketat oleh pemerintah hindia belanda pun membuat surat kabar tidak dapat
menjalankan fungsinya secara penuh sebagai lembaga pemberita. Peran pers
indonesia sebagai alat politik baru muncul pada awal abad ke 20 seiring dengan
kegerakkan kebangkitan nasional dan lahirnya ordonasi pers yang mengatur
pembredelan surat kabar.
Di zaman ”kuda gigit besi” itu,
ikaln-iklan juga ramai diudarakan melalui radio, diproyeksikan di gedung
bioskop dan ditampilkan melalui pertunjukan keliling (mobil propaganda) mirip
tukang obat yang hingga kini masih banyak dijupai di berbagai kota kecil. Iklan
radio sebetulnya mash merupakan sebuah novelty pada awal bad ke-20
setelah radio commercial pertama dikumandangkan oleh stasiun WEAV di New York
City pada 28 Agustus 1922. Sebuah perusahaan real estate di Quinsboro membayar
US $50 untuk penyuaran pesan komersial selama 5 hari.
Di Indonesia, radio sudah dikenal
sejak awal abad ke-20. Tidak lama setelah Guglielmo Marconi menemukan gelombang
suara dan mengembangkannya menjadi alat komunikasi yang bernama radio
telegrafik, dan keudian berkembang lagi menjadi pemancar dan penerima gelombang
radio. Radio Nederland WERELDOMROEP yang memancarkan siarannya ke seluruh dunia
sejak taun 1920-an. Merupakan pemancar yang paling digemari kaum elite,
khususnya orang-orang belanda di Indonesia pada waktu itu.
Akan tetapi, radio swasta baru muai
hadir cikal bakalnya di Indonesia sejak akhir tahun 1960-an, yaitu sejak
tumpasnya pemberontakan G30 S/PKI. Sebelumnya, di Indonesia hanya dienal RRI
yang telah mengudara sejak tahun 1945. RRI sendiri dapat dirunut sejarahnya
sejak stasiun radio bentukan pemerintah Hindia Belanda yang dikendalikan oleh
tentara pendudukan jepang.
Pada awalnya, beberapa mahasiswa di
Bandung secara iseng-iseng mengudara dengan pemancar sederhana berkekuatan
rendah. Pada waktu itu mereka menyebutnya sebaga radio amatir sebuah istilah
yang salah kaprah kaena engertian amateur radio menjeaskan kegiatan yang
berbeda dengan teknologi radio dua arah.
Kehadiran radio-radio ”Amatir” itu
segera mendapat lirikan para pengiklan yang memang sedang membutuhkan media
alternatif. Salah satu perintis pengguna radio ”amatir” di Indoesia
sebagai media iklan adalah Ajino moto. membanjirnya iklan di radio
kemudian meningkatkan profesionalisme para pengelola radio ”amatir” apalagi
karena pemerintah kemudian mengeluarkan peraturan pemerintah no.55 tahun 1970
yang wajibkan semua stasiun radio siaran niaga dipayungi dalm wadah badan hukum
berbentuk PT. Sejak saat itu, istilah ”radio amatir” berubah menjadi
”radio siaran swasta niaga”.
Perintis Periklanan Indonesia
Sejarah memang membuktikan bahwa
iklanlah yang mengembuskan nafas awal bagi kehidupan surat kabar di Indonesia.
Pada masa-masa awal keidupan pers Indonesia dan keadaan ini berlanjut hingga
awal abad ke-20 surat kabar tidak lain adalah advertentieblad (media
iklan) belaka. koran (dari bahasa Belanda: het krant, dan dari bahasa
perancis: courant ), sebagian besar isi beritanya adalah iklan tentang
perdagangan, pelelangan, dan pengumuman resmi Pemerintah Hindia Belanda.
Sesuai dengan khalayaknya, iklan
disurat kabar menampilkan produk-produk yang merupakan konsumsi kelas atas.
Misalnya, sebuah toko P&D (provisien en dranken= kebutuhan makanan
dan minuman) yang mengumumkan datangnya kapal dari Negeri Belanda membawa
mentega dan stok keju baru. Cerutu dan bir juga merupakan komoditas impor di
masa itu, dan sering muncul diiklankan di surat kabar. Pada masa itu, mobil
malah jarang muncul di iklan surat kabar. Mungkin karena masih merupakan seller’s
market dan pembeli mobil malah harus antre sebelum mobil yang dipesan
didatangkan dari negri jauh. Berbeda sekali dengan kondisi pasar kendaraan
bermotor yang sangat kompetitif di masa sekarang.
Pada awal abad ke-20 perusahaan
terbesar pada saat itu, Aneta, mendatangkan tiga orang tenaga spesialis
periklanan dari Negeri Belanda. Mereka adalah: F. Van Bemmel, Is van Mens, dan
Cor van Deutekom. Mereka didatangkan atas sponsorship BPM (Bataafsche Petroleum
Maatschappij, perusahaan minyak terbesar saat itu) dan General Motors yang
perlu mempromosikan produk-produk mereka. Pemilik surat kabar Java Bode,
misalnya, juga memilki sebuah perusahaan periklanan HM van Drop yang diawaki
oleh seorang bernama C.A Kruseman. Ia dianggap sebagai salah seorang perintis
dalam periklanan di Indonesia.
Menjelang akhir abad ke-19
perusahaan-perusahaan periklanan yang dimiliki dan dikelola oleh Cina keturunan
mulai bermunculan. Resesi ekonomi yang melanda dunia tahun 1890 rupanya
berdampak sangat buruk bagi dunia usaha. Termasuk banyak percetakan pers milik
orang-orang Belanda. Peluang inilah yang ternyata mampu dimanfaatkan oleh
kelompok Cina keturunan. Pelopor periklanan dari kelompok ini adalah Yap
Goan Ho, yang memiliki perusahaan periklanan sendiri di Batavia. Yap Goan
Ho sebelumnya adalah seorang copywriter di perusahaan periklanan De Locomotief.
Perusahaan periklanannya diberi nama Yap Goan Ho, mulanya dikontrak olah
suratkabar berbahasa Melayu, Sinar Terang (terbit 1888-1891). Perusahaan
periklanan ini hanya bertahan tiga tahun, akibat bangkrutnya surat kabar Sinar
Terang.
Iklan-iklan yang ditangani Yap Goan
ho kebanyakan untuk produk buku. Khususnya yang diterbitkan untuk masyarakat
Cina Tokoh Cina keturunan lain adalah Liem Bie Goan. Seperti juga Yap
Goan Ho, perusahaan periklanan Liem Bie Goan juga dikontrak oleh suratkabar.
Suratkabar yang mengontraknya adalah Pertja Barat yang terbit di Padang tahun
1890-1912. Iklan yang menonjol dari perusahaan periklanan ini adalah produk
pecah belah. Khalayak sasarannya adalah penduduk Eropa yang tinggal di Hindia
Belanda.
Perusahaan Periklanan Perintis
Salah satu perusahaan consumer
products yang aktif beriklan pada masa itu adalah Unilever-amalgamasi
perusahaan Margarine Union (Belanda) dan Lever Brothers (Inggris)- yang sejak
tahun 1933 telah membangun pabrik sabun di Bacherachtsgracht, Batavia (sekarang
Angke, Jakarta Barat). Setelah berdirinya pabrik sabun itu,Unilever juga
membangun pabrik margarin. Sebelumnya, produk-produk Unilever diimpor langsung
dari Negeri Belanda. Hadirnya Unilever juga kemudian membawa masuknya cikal
bakal Lintas (singkatan dari Lever International Advertising Services) ke
Nusantara. Semula, Lintas adalah divisi periklanan dari Lever Brothers, sebelum
kemudian berdiri sendiri menjadi perusahaan periklanan independen. Apa yang
dilakukan Lintas yang berlogo bola dunia pada masa-masa awal itu sebetulnya
tidak lain adalah melakukan adaptasi bentuk-bentuk iklan yang telah mereka
luncurkan terhadap produk-produk serupa di bagian dunia lainnya, serta
melakukan media placement. Perlu dicatat bahwa Lintas pada saat itu
sudah memiliki keberanian membuat iklan dalam bahasa daerah. Misalnya, iklan
Margarine Blue Band dalam bahasa Sunda memakai judul ”Pamoeda Sehat… Rajat
Kiat” (Pemuda Sehat…Rakyat Kuat), dengan tagline ”Blue Band Mengandoeng
Seueur Vitamin” (Mengandung Banyak Vitamin).
Pada masa pendudukan Jepang,
beberapa perusahaan periklanan ynag terkenal di Jakarta adalah, antara lain: A
de la Mar, di Koningsplein (sekarang Jalan Medan Merdeka Utara, dekat Istana
Merdeka), Aneta (sebagai bagian dari kantor berita bernama sama), di Passer
Baroe (sekarang Museum LKBN Antara di Jalan Antara), Globe, di Jalan Kali Besar
Timur, IRAB (Indonesia Reclame en Advertentiebureau), semula berkantor di
Molenvliet (sekarang Jalan Hayam Wuruk), tetapi kemudian pindah ke Asem Reges
(kemudian menjadi Sawah Besar, sekarang Jalan KH Samanhudi),Preciosa, di Gang
Secretarie (kantor Sekretariat Negara sekarang, Jalan Veteran IV ),
Hampir semua perusahaan periklanan
itu dipimpin oleh orang-orang Belanda, kecuali IRAB dan Elite yang
diselenggarakan oleh kaum Bumiputra. Pada masa pendudukan Jepang, terjadi
perubahan lanskap periklanan Indonesia. Karena banyak warga Belanda yang
mengungsi-sebagian lagi ditawan maka kondisi vakum itu diisi dengan munculnya
berbagai perusahaan periklanan baru milik kaum pribumi.
Sayangnya, tidak cukup catatan
tentang kehadiran perusahaan periklanan yang dijalankan etnis Tionghoa.
Padahal, dari mulut ke mulut kita sering mendengar bukti-bukti peran mereka
dalam perintisan periklanan Indonesia. Yang jelas, etnis Tionghoa sangat
berperan dalam menumbuhkan dunia persuratkabaran di Indonesia, sehingga dengan
demikian dapat dilihat pula keterlibatan mereka dalam periklanan secara
langsung maupun tidak.
Sekalipun kebanyakan perusahaan
periklanan baru itu berukuran kecil, tetapi tercatat lima perusahaan periklanan
yang berskala cukup besar, yakni Elite, RAB, Korra, Pikat, Tandjoeng. Selama
masa pendudukan Jepang, merosotnya aktivitas ekonomi ikut mengkerdilkan dunia
periklanan Indonesia Kembalinya Pemerintah Republik Indonesia ke Jakarta menandai
kebangkitan baru perekonomian Indonesia. Perusahaan-perusahaan nasional mulai
bertumbuhan, seiring dengan masuknya kembali beberapa perusahaan multinasional.
Kebangkitan Asosiasi Periklanan
Indonesia
Menurut catatan, pada tahun 1951,
istilah periklanan pertama kali diperkenalkan oleh seorang tokoh pers
indonesia, Soedarjo Tjokrosisworo, untuk menggantikan istilah reklame atau
advertensi yang ke belanda-belandaan. Senapas dengan semangat kebangsaan itu,
sebuah biro reklame di bandung yang sebelumnya bernama Medium, juga mengubah
nama menjadi Balai Iklan. Atas prakarsa beberapa perusahaan periklanan yang
berdomisili di Jakarta dan Bandung, pada awal September 1949 dilembagakan
sebuah asosiasi bagi perusaaan-perusahaan periklanan. Asosiasi ini diberi nama Bond van Reclamebureaux in Indonesia
atau dalam bahasa indonesia Perserikatan Biro Reklame Indonesia (PBRI). Nama
asosiasi yang masih menggunakan bahasa Belanda ini tidak lain karena mayoritas
anggotanya adalah memang perusahaan-perusahaan periklanan yang dimiliki oleh
orang Belanda.
Sebelas perusahaan periklanan
tercatat sebagai anggota PBRI, yaitu: Budi Ksatria, Contact, De Unie, F.
Bodmer, Franklijn, Grafika, Life, Limas, Lintas, Rosada, dan Studio Berk. Akan
tetapi, kehadiran PBRI dianggap hanya mewakili perusahaan-perusahaan periklanan
besar khususnya yang dimiliki atau dikuasai oleh orang-orang Belanda.
Perusahaan-perusahaan periklanan kecil merasa bahwa aspirasi mereka tidak
memuka jalan untuk disampaikan ke dalam PBRI. Suasana seperti itu kemudian memicu
lahirnya sebuah asosiasi perusahaan periklanan nasional yang dimliki dan
diawaki oleh orang-orang Indonesia.
Serikat Biro Reklame Nasional (SBRN) dibentuk
pada tahun 1953, dan sertamerta menjadi organisasi tandingan bagi PBRI. Tidak
jelas mengapa semangat nasionalisme di dalam SBRN tidak memunculkan istilah
iklan yang sudah dikenal sejak dua tahun sebelumnya, dan masih menggunakan
istilah biro reklame yang berbau Belanda. Anggota SBRN yang tercatat adalah 13
perusahaan periklanan: Azeta, Elite, Garuda, IRAB, Kilat, Kusuma, Patriot,
Pikat, Reka, Lingga, Titi, dan Trio. Tidak semua perusahaan perilanan bersedia
bergabung ke dalam asosiasi. Contonya adalah Medium yang telah bertukar nama
menjadi Balai Iklan. Ia memilih untuk tidak bergabung dengan salah satu dari
dua asosiasi tersebut. Tjetje Senaputra, pemiliknya berdalih bahwa Balai Iklan
tidak menangani iklan display dan karena itu tidak menganggap perusahaan
sebagai full-service agency. Balai Iklan memang mengkhususkan diri pada
iklan-iklan klasika berukuran kecil tentang lowongan kerja dan berita keluarga.
Awal Artis Memasuki Periklanan
Indonesia
Iklan sebgai salah satu alat
pemasaran yang ampuh langsung saja berdenyut dengan nafas baru yang segar.
Beberapa perusahaan periklanan muncup pada masa ini. Demikian juga media untuk
beriklan. Dan periklanan pun menjadi marak. Dasawarsa 1970an juga ditandai
dengan tampilanya selebritis Indonesia sebagai bintang iklan. Sabun Lux
produksi Unilever boleh jadi merupakan trendsetter di bidang itu. Sejak
dasawarsa 1950an, Lux sudah memakai slogan ”dipakai oleh 9 dari 10
bintang-bintang film”. Lux diidentifikasikan dengan bintang-bintang film
rupawan berkelas dunia, antara lain : Sophia Loren.
Pada dasawarsa 1970an, slogan itu
diubah sedikit menjadi ”sabun kecantikan bintang-bintang film”. Unilever juga
mulai memakai bintang-bintang film Indonesia untuk menjadi duta produknya.
Widyawati, bintang film populer berpribadi lembut dengan kecantikkan memukau,
tampil sebagai spokesperson Lux. Beberapa bintang film papan atas pun
silih berganti tampil sebagai ”The Lux Lady”. Salah satu yang legendaris
adalah Christine Hakim, bintang film temuan Teguh Karya. Produk detergen
bermerk rinso pun memilih Krisbiantoro sebgai duta produk. Kris adalah
seorang penyanyi merangkap master of ceremony yang kocak dan menjadi presenter
berbagai program televisi populer pada saat itu.
Kelahiran Periklanan Modern
Indonesia
Berbagai merk internasional mulai
bermunculan di Indonesia dan dengan garangnya berupaya meraup pangsa pasar
sebesar-sebesarnya. Coca cola, Toyota, Mitsubishi, Fuji Film, American Express,
Citibank, adalah sebagian dari nama-nama besar yang mulai membanjiri pasar
Indonesia. Pada saat yang sama, muncul pula local brands yang dipicu
oleh kemudahan mendapatkan kredit penanaman modal dari lembaga-lembaga
perbankan yang juga sedang bertumbuh pesat. Salah satu sektor yang paling hidup
pada dasawarsa 1970an itu adalah industri farmasi dengan berbagai jenis obat
baru yang diluncurkan pada saat itu antara lain adalah Bodrex-obat sakit kepala
yang populer hingga saat ini. Begitu populernya nama Bodrex bahkan sampai
dijadikan ikon jurnalistik Indonesia untuk menyebut wartawan yang datang tak
diundang.
Sementara itu, perusahaan-perusahaan
periklanan nasional lama pun mendapat angin dari transformasi ekonomi
yang terjadi. Perusahaan itu antara lain: Bhineka yang dipimpin oleh tokoh lama
Muhammad Napis, dan InterVista yang dipimpin oleh Nuradi seorang mantan
diplomat yang beralih ke dunia periklanan. InterVista adalah sebuah fenomena
yang perlu dicatat secara khusus dalam sejarah periklanan Indonesia, khususnya
karena Nuradi, pendirinya, dianggap sebagai perintis periklanan modern
Indonesia. Setelah Proklamasi kemerdeaan Indonesia, Nuradi diangkat menjadi
pegawai Departemen Luar Negri, Nuradi bertugas sebagai jurubahasa yang
mendampingi Presiden Soekarno. Sebagai karyawan Departemen Penerangan, tugas
Nuradi adalah penyiar siaran bahasa Inggris di RRI. Pada tahun 1950, Nuradi
ditunjuk untuk menjalankan misi khusus Uni soviet, dan kemudian menjadi anggota
Perwakilan Tetap Republik Indonesia di Markas Besar Perserikatan Bangsa-bangsa
di New York selama di Amerika Serikat, Nuradi juga sempat menyelesaikan studi
di Harvard University.
Berdirinya PPPI
Popularitas The Jakarta Admen Club
bahkan melebihi organisasi resmi yang sebetulnya lebih dulu terbentuk pada
tahun 1972, yaitu Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI)
Seperti telah dikemukakan pada Bab
1, asosiasi perusahaan periklanan yang pertama berdiri di Indonesia pada tahun
1949 dengan nama Bond van Reclame Bureaux in Indonesia atau dalam bahasa
Indonesia disebut Persatuan Biro Reklame Indonesia (PBRI). Nama resminya justru
yang berbahasa Belanda, karena pada waktu itu sebagian besar pelaku di industri
periklanan adalah orang-orang Belanda maupun keturunan Belanda. Demikian juga
para pengurusnya adalah orang-orang belanda dan keturunannya. Baru setelah PBRI
diketuai oleh orang Indonesia, Muh.Napis,maka pada tahun 1957 diputuskan
perhgantian namanya resmi menjadi PBRI. Dengan nama baru itu juga dilekukan
penyesuaian istilah dari “perserikatan” menjadi “persatuan”.
Napis adalah seorang tokoh
periklanan Indonesia yang ternyata berhasil memimpin PBRI secara terus-menerus
hingga memasuki dasawarsa 1970-an. Napis sendiri ternyata sudah jenuh menjadi
Ketua PBRI selama belasan tahun, dan menganggap bahwa situasi seperti itu dapat
mengarah kepada hal-hal yang tidak demokratis.
Pada tahun 1971, Napis
menyelenggarakan referendum di antara anggota PBRI untuk memilih ketua yang
baru, di samping juga meminta usulan perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga, serta usulan perubahan kebijakan dan strategi. Namun, ternyata
referendum itu tidak membuahkan hasil yang diharapkan. Napis tetap secara
aklamasi diterima sebagai ketua PBRI.
Pada tahun 1972, Pemerintah Republik
Indonesia tiba-tiba merasa perlu untuk mengatur industri periklanan. Harsono
yang ketika itu menjabat sebagai Direktur Jenderal Pembinaan Pers dan Grafika
(Dirjen PPG) Departemen penerangan, memprakarsai diselenggarakannya Seminar
Periklanan-forum nasional resmi pertama yang diselenggarakan di Indonesia untuk
membicarakan arah industri periklanan. Seminar ini diseenggarakan di restoran
Geliga, Jalan wahid Hasyim, Jakarta Pusat, dengan ketua penyelenggaraan H.G.
Rorimpandey, Ketua Umum Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) yang ketika itu juga
Pemimpin Umum Harian Sinar Harapan.
(catatan penulis: sebetulnya,
Christianto Wibisono yang ketika itu menjadi Direktur Majalah Tempo pada tahun
1971 telah menyelenggarakan sebuah seminar periklanan untuk mendiskusikan dalam
menyikapi masuknya elemen asing ke dalam industri perikalanan Industri Indonesia.
Tetapi, lingkup seminar ini masih bersifat terbatas di tataran pelaksana
periklanan-bukan pengambil keputusan di tingkat asosiasi dan regulator).
Rapat Anggota juga menyepakati
pembubaran PBRI dan pembentukan asosiasi yang baru dengan nama Persatuan Perusahaan
Periklanan Indonesia (PPPI). Dengan pembentukan PPPI, secara resmi hilang pula
istilah ”biri reklame” yang berbau kebelanda-belandaan, digantikan dengan
istilah yang lebih sesuai dengan tuntutan zaman: ”perusahaan periklanan”.
Desakan untuk mengganti istilah ”biro reklame” juga didasari pada kenyataan
bahwa tukang pembuat stempel di pinggir jalan pun menyebut diri mereka sebagai
biro reklame.
Pada saat didirikan, PPPI
beranggotakan 30 perusahaan periklanan. Sahrial Djalil AdForce menyumbangkan
logo bagi asosiasi yang baru itu. PPPI juga segera merumuskan Anggaran Dasar
serta Anggaran Rumah Tangga yang baru untuk menampung aspirasi periklanan
modern.
Sumber
http://emjaiz.wordpress.com/2009/09/04/sejarah-periklanan-di-dunia-di-indonesia/