Oleh:
Iwan Rosadi
Bekerja adalah harapan bagi semua orang, termasuk juga
seorang sarjana yang telah menyelesekan stadinya selama kurang lebih 4 ( empat)
tahun di perguruan tinggi (Universitas). Harapan terbesar untuk bekerja mulai
muncul saat predikat sarjana mulai di dapatnya tentusaja pekerjaan yang mudah
dan sesuai dengan apa yang di harapkan
adalah tujuan bagi semuanya.
Banyak
pelajar yang meneruskan ke perguruan tinggi hanya untuk mencari suatu legalitas
setara S1 dengan tujuan setelah itu akan membuatnya mudah mencari sebuah
perkerjaan, angan-angan mendapatkan pekerjaan yang mudah, ringan dan bergaji
besar selalu membayanginya di setiap langkah perkuliahannya, lebih-lebih jika
berpikiran untuk mencari pekerjaan untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Hal
seperti ini yang membuat malas bagi pelajar saat ini, angan-angan yang tinggi
tanpa diimbangi dengan pekerjaan lapangan, bukankah sudah banyak contoh di Negeri
ini banyak pelajar yang selesai perkuliahan namun masih bingung untuk
mendapatkan pekerjaan sesuai jurusan dan tingkat pendidikannya, dalam hal ini
bisa dikatakan bahwasannya sarjana bukan berarti kerja.
Dalam
hal ini selain ilmu yang didapatkan di bangku perkuliahan maka juga harus
diikuti dengan ilmu praktek lapangan, oleh itu organisasi kampus maupun non kampus
bisa dijadikan sebuah wadah untuk menerapkan
ilmu-ilmu teoritis yang didapatkan di bangku kuliah sehingga mental dan
kemampuan kita bisa terasah dengan sendirinya.
Sehingga
saat selesai kuliah pengalaman pun sudah didapatkan, menurut data banyaknya
jumlah pengangguran di negeri ini yang disampaikan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
RI, Muhaimin Iskandar dalam sambutannya pada pembukaan Nakertrans Expo 2011, di
Pusat Promosi dan Informasi Bisnis (21/6/2011), Angka pengangguran terbuka di
Indonesia masih mencapai 8,12 juta jiwa. Angka tersebut belum termasuk dalam
pengangguran setengah terbuka, yaitu mereka yang bekerja kurang dari 30 jam per
minggu. Masih tingginya angka pengangguran di Indonesia, harus diatasi dengan
menyiapkan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi yang unggul.
Darlaini
Nasution SE mengatakan, ada tiga faktor mendasar yang menjadi penyebab masih
tingginya tingkat pengangguran di Indonesia. Ketiga faktor tersebut adalah, Pertama ketidaksesuaian antara hasil
yang dicapai antara pendidikan dengan lapangan kerja, Kedua ketidakseimbangan demand
(permintaan) dan supply (penawaran), Ketiga kualitas SDM itu sendiri yang
tidak sesuai dengan yang diharapkan di lapangan, antara lain dikarenakan
penciptaan SDM oleh perguruan tinggi yang belum memadai, atau belum mencapai
standar yang ditetapkan dengan kata lain (SDM) yang dihasilkan masih rendah, ia
menjelaskan, lapangan pekerjaan yang membutuhkan tenaga kerja umumnya tidak
sesuai dengan tingkat pendidikan atau keterampilan yang dimiliki.
Sedangkan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan mengatakan, jumlah
pengangguran sarjana meningkat dibandingkan dengan posisi tahun-tahun
sebelumnya. Data BPS memperlihatkan, pada per Februari dan Agustus 2009,
pengangguran sarjana masing-masing 12,94 persen dan 13,08 persen. Hal itu terjadi
karena sarjana banyak yang pilih-pilih pekerjaan. Karena memandang Latar
belakang orang tua mereka biasanya kaya, sehingga malu kalau bekerja sebagai
buruh panggul.
Sedangkan Dalam rilis BPS per Februari ini mencatat jumlah pengangguran
terbuka berdasarkan riwayat pendidikan tertinggi ditempati oleh pendidikan Diploma
I/II/III yang mencapai 15,71 persen dari 8,59 juta pengagguran. Sementara untuk
pengangguran lain dengan angka
pengangguran total 8,59 juta pengagguran masing-masing adalah lulusan universitas
14,24 persen, SMK 13,81 persen, SMA 11,9 persen, SMP 7,55 persen, dan SD ke
bawah 3,71 persen.
Mengingat
banyaknya penganguran yang ada di Indonesia kita sebagai mahasiswa setelah
lulus nanti dapat berdiri dengan membuka usaha sendiri sesuai dengan ilmu yang kita
peroleh. Sehingga bukan lagi tamatan universitas pencari kerja, tetapi pencipta
kerja, kata Darlaini walaupun tidak mudah karena butuh modal dan keberanian
mengambil resiko, mendirikan usaha diperlukan dalam masa sulit mencari kerja
seperti saat ini.
Maka
dari itu untuk mengurangi jumlah pengangguran yang ada maka yang harus
dilakukan adalah, Pertama
Pemberdayaan, pemberdayaan tersebut dapat dilakukan dengan cara pendidikan
wiraswasta, yaitu membuat mahasiswa mampu mengembangkan jurusan yang
dimilikinya. Dengan kewiraswastaan tersebut, akan mampu menyerap tenaga
kerja, dan akan mengurangi tingkat pengangguran.
Kedua
menghilang pola pemikiran calon lulusan sarjana dibenahi, yaitu pembenahan agar
berkurangnya tujuan ke PNS. Selama ini, dengan banyaknya penerimaan PNS, para
lulusan sarjana lebih memilih kesempatan tersebut, apalagi setelah menjadi PNS
jaminan untuk kehidupan yang lebih layak akan didapatkan. Setiap adanya info
penerimaan CPNS ratusan ribu orang mendaftar untuk dapat lolos dalam tes
tersebut, dan kebanyakan juga penerimaan tersebut berkriteria sarjana.
Ketiga seorang
sarjana harus menumbuhkan budaya untuk pengabdian pada masyrakat harus tetap
dimiliki, walaupun karir kemahasiswaan telah habis, dan harus berlanjut ke
pekerjaan sosial yang lebih baik. Melihat kondisi tersebut, alangkah
baiknya lulusan Sarjana dapat membuka lapangan kerja yang baru untuk
dapat mengurangi tingkat pengangguran tersebut dengan modal kejuruan semasa
mahasiswa.
Dengan
hal itu maka kita sebagai mahasiswa selain duduk di lokal mendengarkan materi
yang di sampaikan oleh dosen alangkah baiknya jika kita juga mengikuti suatu
organisasi baik yang ada di dalam kampus maupun di luar kampus untuk
mempratekkan apa-apa yang sudah di dapatkan dalam perkuliahan untuk melatih
mental, keberanian, ketelitian kita sehingga bisa di katakan bahwasanya
organisasi pencetak sarjana siap kerja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar