Sabtu, 26 Februari 2011

hukum senggama ketika puasa


“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa bercampur dengan istri-istri kamu. Mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasannya kamu tidak dapat menahan nafsumu ; karena itu Allah mengampuni kamu dan member maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang ditetapkan Allah untukmu; dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam….”(QS.Albaqarah: 187)
Ayat diatas menjelaskan bahwa orang yang puasa tidak diperbolehkan makan, minum, dan bercampur dengan istrinya. Yang dimaksud dengan rafats dalam puasa diartikan dengan bercampur dengan istri pada ayat tersebut adalah bersebadan, bukan mencium atau menjamah istri. Sebab Rasulullah pernah mencium dan memegang-megang istrinya ketika sedang berpuasa.
Aisyah r.a. berkata, "Nabi mencium dan menyentuh/memeluk (istri beliau) padahal beliau berpuasa. Beliau adalah orang yang paling menguasai di antaramu sekalian terhadap hasrat (seksual) nya." (HR bukhari dan muslim, tetapi hadits tersebut adalah lafadz muslim. Pada riwayat lain disebutkan tambahan “pada bulan ramadhan”)
 
Ibnu Abbas berkata, "Ma-aarib, artinya hasrat."[1] 
 
Thawus berkata, "Ghairu ulil-irbah, maksudnya tidak mempunyai hasrat terhadap wanita."[2]

Aisyah berkata, "Haram kemaluan istri bagi suami (ketika sedang berpuasa)."         [3]                          


ayat dan hadits diatas  menerangkan adanya larangan berhubungan seksual pada saat seseorang melaksanakan puasa, baik puasa sunah maupun wajib. Karena itu, orang melakukan hubungan seksual pada waktu puasa, maka puasanya batal dan wajib membayar denda.yakni :
1.     Memerdekakan seorang budak; jika tidak sanggup atau tidak ada lagi budak, maka
2.    Puasa 2 bulan berturut-turut; jika tidak sanggup, maka
3.    Member makan 60 orang miskin; pembayaran ini boleh dilakukan sekaligus ataupun di cicil.
Aisyah r.a. berkata, "Sesungguhnya ada seorang laki-laki datang kepada Nabi, lalu ia mengatakan bahwa dirinya terbakar. Lalu, Nabi bertanya, 'Mengapa kamu?' Dia menjawab, 'Saya telah mencampuri istri saya pada siang bulan Ramadhan.' Kemudian didatangkan kepada Nabi sekantong (bahan makanan), lalu beliau bertanya, 'Di mana orang yang terbakar itu?' Orang itu menjawab, 'Saya.' Beliau bersabda, 'Bersedekahlah dengan ini.'"

Abu Hurairah r.a. berkata, "Ketika kami sedang duduk-duduk di sisi Nabi, tiba-tiba seorang laki-laki datang kepada beliau. Ia berkata, 'Wahai Rasulullah, saya binasa.' Beliau bertanya, 'Mengapa engkau?' Ia berkata, 'Saya telah menyetubuhi istri saya padahal saya sedang berpuasa (pada bulan Ramadhan).' Rasulullah bersabda, 'Apakah kamu mempunyai budak yang kamu merdekakan?' Ia menjawab, 'Tidak.' Beliau bertanya, 'Apakah kamu mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?' Ia menjawab, 'Tidak mampu.' Beliau bersabda, 'Apakah kamu mampu memberi makan enam puluh orang miskin?' Ia menjawab, 'Tidak mampu.' Beliau bersabda, '(Duduklah!' Kemudian ia duduk. 7/236), lalu berdiam di sisi Nabi. Ketika kami dalam keadaan demikian, tiba-tiba dibawakan satu 'araq (satu kantong besar) yang berisi kurma kepada Nabi. (Dalam satu riwayat: maka datanglah seorang laki-laki dari golongan Anshar 3/137). Beliau bertanya, 'Manakah orang yang bertanya tadi?' Orang itu menjawab, 'Saya.' Beliau bersabda, 'Ambillah ini dan sedekahkanlah.' Ia berkata kepada beliau, 'Apakah kepada orang yang lebih fakir (dalam satu riwayat: lebih membutuhkan) daripadaku wahai Rasulullah? Demi Allah di antara dua batu batas (dalam satu riwayat: dua tepian kota Madinah 7/111) (ia maksudkan dua tanah tandus Madinah) tidak ada keluarga yang lebih miskin daripada keluargaku.' Maka, Nabi tertawa sehingga gigi seri beliau tampak. Kemudian beliau bersabda, '(Pergilah, dan) berikanlah kepada keluargamu.'"(HR bukhari)

Hikmah tidak diperbolehkannya berhubungan seksual pada siang hari ketika sedan berpuasa ialah:
1.     Untuk kosentrasi iri, fisik maupun mental, dalam mematuhi perintah beribadah kepada Allah, sehingga pengendalian nafsu yang ingin dicapai dengan ibadah puasa dapat berhasil dengan sempurna. sebab puasa dimaksudkan untuk menyadarkan manusia akan hakikat dirinya bahwa manusia bukan semata-mata entuk ragawinya, tetapi yang lebih utama adalah bagaimana bentuk jiwa-nya.
2.    Orang berpuasa akan mengalami kondisi lemah, sedangkan hubungan bersenggama memerlukan banyak tenaga sehingga membuat fisik lebih lemah lagi sehingga dapat merusak fisik yang bersangkutan. Disamping itu, bersenggama pada waktu berpuasa juga akan merusak kemampuan mengendalikan hawa nafsu. Padahal puasa dimaksudkan untuk mengendalikan hawa nafsu. Hal ini dimaksudkan agar manusia tidak berlabihan dalam melepaskan selera nafsunya tanpa memperhatikan upaya peningkatan kualitas ketaqwaan kepada Allah SWT.
Hukum  puasa bagi orang yang junub
   puasa seorang yang junub atau bangun dalam keadaan junub maka puasanya sah, sebagaimana hal ini ditunjukkan oleh hadits dari ‘Aisyah dan Ummu Salamah Radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya Rasulullah bangun dalam keadaan junub dan fajar telah terbit, maka beliau mandi dan berpuasa.
Abu Bakar bin Abdur Rahman berkata, "Saya dan ayah ketika menemui Aisyah dan Ummu Salamah. (Dalam satu riwayat: dari Abu Bakar bin Abdur Rahman, bahwa al-Harits bin Hisyam bahwa ayahnya Abdur Rahman memberitahukan kepada Marwan) Aisyah dan Ummu Salamah memberitahukan bahwa Rasulullah pernah memasuki waktu fajar sedang beliau dalam keadaan junub setelah melakukan hubungan biologis (2/234) dengan istrinya, bukan karena mimpi. Kemudian beliau mandi dan berpuasa." Marwan berkata kepada Abdur Rahman bin Harits, "Aku bersumpah dengan nama Allah, bahwa engkau harus mengkonfirmasikannya kepada Abu Hurairah." Marwan pada waktu itu sedang berada di Madinah. Abu Bakar berkata, "Abdur Rahman tidak menyukai hal itu. Kemudian kami ditakdirkan bertemu di Dzul Hulaifah, dan Abu Hurairah mempunyai tanah di sana. Lalu Abdur Rahman berkata kepada Abu Hurairah, 'Saya akan menyampaikan kepadamu suatu hal, yang seandainya Marwan tidak bersumpah kepadaku mengenai hal ini, niscaya saya tidak akan mengemukakannya kepadamu.' Lalu, Abdur Rahman menyebutkan perkataan Aisyah dan Ummu Salamah. Kemudian Abu Hurairah berkata, 'Demikian pula yang diinformasikan al-Fadhl bin Abbas kepadaku, sedangkan mereka (istri-istri Rasulullah) lebih mengetahui tentang hal ini.'"
 

[1] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Hatim dengan sanad yang terputus.
[2] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq dengan sanad yang sahih.
[3] Di-maushul-kan oleh Thahawi dan lainnya dengan sanad yang sahih sebagaimana telah di jelaskan dalam Silsilatul Ahaditsish Sahihah (221).        






 












Tidak ada komentar:

Posting Komentar