Senin, 21 Februari 2011

KB dalam islam


1.     Diharam kan berdasarkan atas dasar :
Dari arwah bin zubir, dari aisyah ummul mukminin, dari jadzamah binti wahab saudara perempuan ukasyah, ia menceritakan: aku pernah mendengar bebrapa orang bertannya kepada rasulullah mengenai al-azl1  dan beliau menjawab : “ yang demikian itu adalah pembunuhan terhadap anak secara tersembunyi. Kamudian beliau membacakan firman Allah pada surat at-takwir ayat 8 yang artinya,”dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya”(HR imam ahmad, thahawi dan ibnu majah)
Jika program Keluarga Berencana (KB) dimaksudkan untuk membatasi kelahiran, maka hukumnya tidak boleh. Karena Islam tidak mengenal pembatasan kelahiran (tahdid an-nasl). Bahkan, terdapat banyak hadits yang mendorong umat Islam untuk memperbanyak anak. Misalnya: Tidak bolehnya membunuh anak apalagi karena takut miskin.

وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ ۚ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا

 “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar” (al-isra’ : 31)

2.     Di bolehkan
Meskipun islam senantiasa menganjurkan umatnya untuk memperbanyak keturunan, namun islam tidak melarang pembatasan keturunan dalam  keadaan tertentu.
Dalam kitabnya fiqhus sunnah, sayyid sabiq mengatakan : “diperbolehkan membatasi keturunan  jika keadaan suami banyak mempunyai anggota keluarga, seghingga di khawatirkan tidak mampu memberikan pendidikan putra-putrinya secara baik. Demikian pula jika si istri dalam keadaan lemah atau terus menerus hamil, sementara suami dalam keadaan mmiskin.”
Hadis riwayat Abu Said Al-Khudri ra., ia berkata:
Kami berperang bersama Rasulullah saw. melawan Bani Musthaliq lalu kami berhasil menawan beberapa wanita Arab yang cantik. Kami sudah lama tidak berhubungan dengan istri, maka kami ingin sekali menebus mereka sehingga kami dapat menikahi mereka secara mut`ah dan melakukan `azal (mengeluarkan sperma di luar kemaluan istri untuk menghindari kehamilan). Kami berkata: Kami melakukan demikian sedang Rasulullah berada di tengah-tengah kami tanpa kami tanyakan tentang hal tersebut. Lalu kami tanyakan juga kepada beliau dan beliau bersabda: Tidak apa-apa walaupun tidak kamu lakukan karena tidak ada satu jiwa pun yang telah Allah tentukan untuk tercipta sampai hari kiamat kecuali pasti akan terjadi. (Shahih Muslim No.2599)
Hadis riwayat Jabir ra., ia berkata: Kami tetap melakukan `azal di saat Alquran masih turun. Ishaq menambahkan: Sufyan berkata: Kalau ada sesuatu yang terlarang pasti Alquran telah melarang hal tersebut. (Shahih Muslim No.2608)
Menurut pendapat imam ghazali, “ ada beberapa hadits shahih yang membolehkan ‘azl ini. Sedangkan sabda Rasulullah, yang menyatakan bahwa azl merupakan tindak pembunuhan secara tersembunyi, atau sabdanya bahwa azl merupakan syirik tersembunyi hanya menunjukkan kemakruhannya dan tidak berarti haram.
Beberapa alasan yang membenarkan pengaturan kelahiran antara lain: pertama, kekhawatiran akan kehidupan dan kesehatan ibu jika ia hamil atau melahirkan, berdasarkan pengalaman atau keterangan dari dokter yang terpercaya. Firman Allah: “Dan janganlah kalian campakkan diri kalian dalam kebinasaan.” (QS. al-Baqarah: 195).

Kedua, khawatir akan kesulitan materi yang terkadang menyebabkan munculnya kesulitan dalam beragama, lalu menerima saja sesuatu yang haram dan melakukan hal-hal yang dilarang demi anak-anaknya. Allah berfirman: “Allah menghendaki kemudahan bagi kalian dan tidak menghendaki kesulitan.” (QS. al-Baqarah: 185).

Ketiga, alasan kekhawatiran akan nasib anak-anaknya; kesehatannya buruk atau pendidikannya tidak teratasi (Lihat: Halal dan Haram dalam Islam, Dr. Yusuf al-Qaradhawi, Era Intermedia, hlm. 285-288). Alasan lainnya adalah agar bayi memperoleh susuan dengan baik dan cukup, dan dikhawatirkan kehadiran anak selanjutnya dalam waktu cepat membuat hak susuannya tidak terpenuhi.

Referensi :
Al quran al karim
Uwaidah, kamil Muhammad.1996.al-jami’ fii fiqhi an-nisa’.libanon: daarul kutub al-ilmiyah



Tidak ada komentar:

Posting Komentar