- A. RESEPSI
SASTRA
Resepsi
sastra merupakan aliran sastra yang meneliti teks sastra dengan
mempertimbangkan pembaca selaku pemberi sambutan atau tanggapan. Dalam
memberikan sambutan dan tanggapan tentunya dipengaruhi oleh faktor ruang,
waktu, dan golongan sosial[1].
berasal dari
bahasa Latin yaitu recipere yang diartikan sebagai penerimaan atau
penyambutan pembaca[2]. Dalam arti luas resepsi diartikan
sebagai pengolahan teks, cara-cara pemberian makna terhadap karya, sehingga
dapat memberikan respon terhadapnya. Respon yang dimaksudkan tidak dilakukan
antara karya dengan seorang pembaca, melainkan pembaca sebagai proses sejarah,
pembaca dalam periode tertentu[3].
Menurut
Pradopo (2007:218) yang dimaksud resepsi adalah ilmu keindahan yang didasarkan
pada tanggapan-tanggapan pembaca terhadap karya sastra. Teeuw (dalam Pradopo
2007:207) menegaskan bahwa resepsi termasuk dalam orientasi pragmatik. Karya
sastra sangat erat hubungannya dengan pembaca, karena karya sastra ditujukan
kepada kepentingan pembaca sebagai menikmat karya sastra. Selain itu, pembaca
juga yang menentukan makna dan nilai dari karya sastra, sehingga karya sastra
mempunyai nilai karena ada pembaca yang memberikan nilai.
Teori
resepsi tidak hanya memahami bentuk suatu karya sastra dalam bentangan historis
berkenaan dengan pemahamannya. Teori menuntut bahwa sesuatu karya individu
menjadi bagian rangkaian karya lain untuk mengetahui arti dan kedudukan
historisnya dalam konteks pengalaman kesastrannya. Pada tahapan sejarah resepsi
karya sastra terhadap sejarah sastra sangat penting, yang terakhir
memanifestasikan dirinya sebagai proses resepsi pasif yang merupakan bagian
dari pengarang. Pemahaman berikutnya dapat memecahkan bentuk dan permasalahan
moral yang ditinggalkan oleh karya sebelumnya dan pada gilirannya menyajikan
permasalahan baru.
Pengalaman
pembaca yang dimaksud mengindikasikan bahwa teks karya sastra menawarkan efek
yang bermacam-macam kepada pembaca yang bermacam-macam pula dari sisi
pengalamannya pada setiap periode atau zaman pembacaannya. Pembacaan yang
beragam dalam periode waktu yang berbeda akan menunjukkan efek yang berbeda pula.
Pengalaman pembaca akan mewujudkan orkestrasi yang padu antara tanggapan baru
pembacanya dengan teks yang membawanya hadir dalam aktivitas pembacaan
pembacanya. Dalam hal ini, kesejarahan sastra tidak bergantung pada organisasi
fakta-fakta literer tetapi dibangun oleh pengalaman kesastraan yang dimiliki
pembaca atas pengalaman sebelumnya.
Metode
resepsi ini diteliti tanggapan-tanggapan setiap periode, yaitu
tanggapan-tanggapan sebuah karya sastra oleh para pembacanya (Pradopo
2007:209). Pembacaan yang beragam dalam periode waktu yang berbeda akan
menunjukkan efek yang berbeda pula. Pengalaman pembaca akan mewujudkan
orkestrasi yang padu antara tanggapan baru pembacanya dengan teks yang
membawanya hadir dalam aktivitas pembacaan pembacanya.
Pradopo (2007:210-211)
mengemukakan bahwa penelitian resepsi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
secara sinkronis dan diakronis. Penelitian sinkronis merupakan penelitian
resepsi terhadap sebuah teks sastra dalam masa satu periode. Penelitian ini
menggunakan pembaca yang berada dalam satu periode. Sedangkan penelitian
diakronis merupakan penelitian resepsi terhadap sebuah teks sastra yang
menggunakan tanggapan-tanggapan pembaca pada setiap periode.
Menurut
Ratna (2009:167-168), resepsi sinkronis merupakan penelitian resepsi sastra
yang berhubungan dengan pembaca sezaman. Dalam hal ini, sekelompok pembaca
dalam satu kurun waktu yang sama, memberikan tanggapan terhadap suatu karya
sastra secara psikologis maupun sosiologis. Resepsi diakronis merupakan bentuk
penelitian resepsi yang melibatkan pembaca sepanjang zaman. Penelitian resepsi
diakronis ini membutuhkan data dokumenter yang sangat relevan dan memadai.
Pada
penelitian resepsi sinkronis, umumnya terdapat norma-norma yang sama dalam
memahami karya sastra. Tetapi dengan adanya perbedaan horizon harapan pada
setiap pembaca, maka pembaca akan menanggapi sebuah karya sastra dengan cara
yang berbeda-beda pula. Hal ini disebabkan karena latar belakang pendidikan,
pengalaman, bahkan ideologi dari pembaca itu sendiri[4].
Penelitian
resepsi sinkronis ini menggunakan tanggapan-tanggapan pembaca yang berada dalam
satu kurun waktu. Penelitian ini dapat menggunakan tanggapan pembaca yang
berupa artikel, penelitian, ataupun dengan mengedarkan angket-angket penelitian
pada pembaca.
Resepsi
diakronis umumnya menggunakan pembaca ahli sebagai wakil dari pembaca pada tiap
periode. Pada penelitian diakronis ini mempunyai kelebihan dalam menunjukkan
nilai senia sebuah karya sastra, sepanjang waktu yang telah dialuinya[5].
Menurut
Endraswara (2008:126) proses kerja penelitian resepsi sastra secara sinkronis
atau penelitian secara eksperimental, minimal menempuh dua langkah sebagai
berikut:
- Setiap pembaca perorangan
maupun kelompok yang telah ditentukan, disajikan sebuah karya sastra.
Pembaca tersebut lalu diberi pertanyaan baik lisan maupun tertulis.
Jawaban yang diperoleh dari pembaca tersebut kemudian dianalisis menurut
bentuk pertanyaan yang diberikan. Jika menggunakan angket, data penelitian
secara tertulis dapat dibulasikan. Sedangkan data hasil penelitian, jika
menggukan metode wawancara, dapat dianalisis secara kualitatif.
- Setelah memberikan pertanyaan
kepada pembaca, kemudian pembaca tersebut diminta untuk
menginterpretasikan karya sastra yang dibacanya. Hasil interpretasi
pembaca ini dianalisis menggunakan metode kualitatif.
Dalam
penelitian diakronis, untuk melihat penerimaan sejarah resepsi, digunakan
strategi dokumenter melalui kepuasan media massa. Hasil kupasan tersebut yang
nantinya akan dikaji oleh peneliti[6].
Menurut
Abdullah (dalam Jabrohim 2001:119), penelitian resepsi secara sinkronis dan
diakronis, dimasukan ke dalam kelompok penelitian resepsi menggunakan kritik
teks sastra. Dalam penelitian resepsi sastra, Abdullah membagi tiga pendekatan,
yaitu (1) penelitian resepsi sastra secara eksperimental, (2) penelitian
resepsi lewat kritik sastra, dan (3) penelitian resepsi intertekstualitas.
Secara umum, dari tiga pendekatan ini dapat dimasukkan ke dalam penelitian
sinkronis dan diakronis, tidak hanya pada penelitian melalui kritik sastra
saja.
Penelitian
eksperimental dapat dimasukan ke dalam peneitian sinkronis, karena dalam
penelitian eksperimental ini mengunakan subjek penelitian yang berada dalam
satu kurun waktu. Sedangkan penelitian dengan pendekatan yang ketiga, yaitu
melalui intertekstualitas, dapat dimasukkan ke dalam penelitian diakronis.
Karena dapat diteliti hasil konkretisasi melalui teks-teks sastra yang muncul
pada setiap periodenya. Tetapi penelitian ini dapat digunakan pada teks sastra
yang memiliki hubungan intertekstual dengan teks sastra yang menjadi acuan
penelitian.
- B.
PENERAPAN METODE PENELITIAN RESEPSI SASTRA
Penelitian
resepsi sastra pada penerapannya mengacu pada proses pengolahan tanggapan
pembaca atas karya sastra yang dibacanya. Metode resepsi sastra mendasarkan
diri pada teori bahwa karya sastra itu sejak terbit selalu mendapatkan
tanggapan dari pembacanya. Menurut Jauss (dalam Pradopo 2007: 209) apresiasi pembaca
pertama akan dilanjutkan dan diperkaya melalui tanggapan yang lebih lanjut dari
generasi ke generasi.
Tugas
resepsi adalah meneliti tanggapan pembaca yang berbentuk interpretasi,
konkretisasi, maupun kritik atas karya sastra yang dibaca. Tanggapan-tanggapan
pembaca atas karya sastra yang dibacanya, dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain latar belakang sosial budaya, tingkat pendidikan pembacam
tingkat pengalaman, dan usia pembaca.
Dalam
makalah ini, penulis memilah metode penelitian sastra menjadi dua metode, yaitu
metode resepsi sinkronis dan metode resepsi diakronis. Kedua metode ini
dibedakan menurut kemunculan tanggapan dari pembaca atas karya sastra yang
dibacanya.
B.1. Penerapan Metode Resepsi
Sinkronis
Penelitian
resepsi dengan metode sinkronis adalah penelitian resepsi sastra yang
menggunakan tanggapan pembaca sezaman, artinya pembaca yang digunakan sebagai
responden berada dalam satu periode waktu. Penelitian resepsi dengan metode ini
dapat dilakukan dengan cara menganalisis tanggapan pembaca sezaman dengan
menggunakan teknik wawancara maupun teknik kuasioner. Oleh karena itu,
penelitian resepsi sinkronis ini dapat digolongkan menjadi penelitian
eksperimental.
Penelitian
resepsi sinkronis ini jarang dilakukan oleh peneliti karena sukar dalam
pelaksanaan penelitiannya. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Abdullah (dalam
Jabrohim 2001:119) bahwa penelitian yang tergolong eksperimental dapat
mengalami beberapa kendala saat pelaksaannya di lapangan. Penelitian
eksperimental dinilai sangat rumit, khususnya dalam pemilihan responden,
pemilihan teks sastra, dan penentuan teori.
Penelitian
resepsi sastra menggunakan metode sinkronis ini pernah dilakukan oleh Dini Eka
Rahmawati, mahasiswa program studi Sastra Jawa Unnes, yang meneliti resepsi
masyarakat atas cerita rakyat Bledhug Kuwu dalam skripsinya yang berjudul Resepsi
Cerita Rakyat Bledhug Kuwu (2008).
Dalam
penelitiannya, Rahmawati menggunakan pendekatan reseptif dengan metode
penelitian sinkronis. Artinya penelitian resepsi sastra yang dilakukan atas
cerita Bledhug Kuwu dilakukan pada tanggapan pembaca yang berada pada satu
zaman. Penelitian yang dilakukan Rahmawati menganalisis hasil konkretisasi
masyarakat Bledhug Kuwu di Kabupaten Grobogan. Hasil penceritaan ulang
dianalisis struktur cerita dengan perbandingan atas sebuah teks cerita yang
diterbitkan Dinas Pariwisata Kabupaten Grobogan. Pembaca yang menjadi responden
dalam penelitian tersebut merupakan masyarakat Bledhug Kuwu yang berada dalam
satu periode. Sehingga dapat dikatakan penelitian Rahmawati termasuk penelitian
resepsi sinkronis.
Masih jarang
penelitian resepsi sinkronis yang dilakukan oleh ilmuwan sastra maupun para
mahasiswa sastra. Hal ini dapat disebabkan karena beberapa faktor yang menjadi
penghambat dalam pelaksanaan penelitian resepsi sinkronis.
B.2.
Penerapan Metode Resepsi Diakronis
Penelitian
resepsi sastra dengan metode diakronis merupakan penelitian resepsi sastra yang
dilakukan terhadap tanggapan-tanggapan pembaca dalam beberapa periode. Tetapi
periode waktu yang dimaksud masih berada dalam satu rentang waktu.
Penelitian
resepsi diakronis ini dilakukan atas tanggapan-tanggapan pembaca dalam beberapa
periode yang berupa kritik sastra atas karya sastra yang dibacanya, maupun dari
teks-teks yang muncul setelah karya sastra yang dimaksud. Umumnya penelitian
resepsi diakronis dilakukan atas tanggapan pembaca yang berupa kritik sastra,
baik yang termuat dalam media massa maupun dalam jurnal ilmiah.
Penelitian
resepsi diakronis yang melihat bentuk fisik teks yang muncul sesudahnya dapat
dilakukan melalui hasil intertekstual, penyalinan, penyaduran, maupun
penerjemahan. Intertekstual merupakan fenomena resepsi pengarang dengan
melibatkan teks yang pernah dibacanya dalam karya sastranya. Hasil
intertekstual, penyalinan, penyaduran, maupun penerjemahan ini dapat dilakukan
atas teks sastra lama maupun sastra modern[7].
Metode
diakronis yang banyak dilakukan adalah penelitian tanggapan yang berupa kritik
sastra. Penelitian resepsi diakronis pernah dilakukan oleh beberapa ahli
sastra, misalnya Yusro Edy Nugroho dalam artikel berjudul Serat Wedhatama:
Sebuah Masterpiece Jawa dalam Respon Pembaca (2001), Agus Nuryatin dengan
artikel Resepsi Estetis Pembaca Atas Sri Sumarah dan Bawuk Karya Umar Kayam
(1998), Siti Hariti Sastriyani dengan artikel berjudul Karya Sastra Perancis
Abad ke-19 Madame Bovary dan Resepsinya di Indonesia (2001), dan Muhammad
Walidin dengan artikel berjudul Seksualitas dalam Novel Indonesia
Kontemporer (2007).
Nugroho
(2001) dalam artikel berjudul Serat Wedhatama Sebuah Masterpiece Jawa dalam
Respon Pembaca menggunakan karya sastra turunan sebagai respondennya.
Penelitian ini menggunakan metode diakronis karena karya sastra yang digunakan
muncul pada kurun waktu yang berbeda. Karya sastra turunan yang digunakan
adalah Wedhatama Winardi (1941), Wedhatama Kawedar (1963), dan Wedhatama
Jinarwa (1970).
Dalam
penelitiannya, Nugroho dapat menunjukkan bagaimana seorang pembaca dapat
memiliki kebebasan dalam menafsirkan makna dari Serat Wedhatama sesuai dengan
apa yang dikuasai dan diharapkan atas keberadaan serat tersebut. Pencipta teks
turunan ini telah meresepsi Serat Wedhatama dengan tujuan untuk memertahankan
serat ini agar tetap dikenal pada zaman selanjutnya.
Penelitian
lain yang menggunakan metode resepsi diakronis adalah penelitian yang dilakukan
Nuryatin (1998) atas tanggapan pembaca terhadap cerita Sri Sumarah dan Bawuk
karya Umar Kayam. Dalam penelitian yang berjudul Resepsi Estetis Pembaca Atas
Sri Sumarah dan Bawuk Karya Umar Kayam ini, Nuryatin menggunakan
tanggapan-tanggapan pembaca yang berupa kritik sastra yang berupa artikel
maupun resensi yang termuat di media massa. Pembaca yang digunakan sebagai
responden dalam penelitian ini berada dalam rentang waktu antara tahun 1970
hingga 1980. Sehingga penelitian ini dapat dimasukkan ke dalam penelitian
diakronis.
Dalam
penelitian ini, Nuryatin dapat menunjukkan kelompok-kelompok tanggapan pembaca
atas cerita Sri Sumarah dan Bawuk karya Umar Kayam, yaitu tanggapan positif dan
negatif. Pembaca yang digunakan dalam penelitian Nuryatin ini adalah pembaca
ideal. Pembaca ini melakukan pembacaan terhada karya sastra secara mendalam,
karena ada tujuan lain dari proses pembacaan itu.
Penelitian
resepsi diakronis juga pernah dilakukan oleh Sastriyani dalam artikel yang
berjudul berjudul Karya Sastra Perancis Abad ke-19 Madame Bovary dan Resepsinya
di Indonesia. Dalam penelitian resepsi sastra ini, Sastriyani menggunakan
pembaca ideal sebagaimana yang dilakukan oleh Nuryatin. Proses penelitian
terhadap tanggapan pembaca dilakukan atas kritik yang diberikan oleh pembaca
ideal. Dalam penelitiannya Sastriyani juga membandingkan tanggapan antara
Madame Bovary dengan Belenggu. Dari proses penelitian diakronis ini, Sastriyani
dapat menunjukkan pengaruh-pengaruh munculnya karya Madame Bovary di Indonesia.
Penelitian
terakhir yang menggunakan penelitian resepsi dengan metode diakronis adalah
Walidin yang menganalisis tanggapan pembaca terhadap seksualitas dalam novel
Indonesia kontemporer, yaitu novel Saman karya Ayu Utami yang mengungkap
heteroseksualitas secara vulgar, Supernova karya Dewi Lestari yang
memperkenalkan homoseksualitas kaum gay, dan Garis Tepi Seorang Lesbian karya
Herliniatin yang mengangkat cinta sejenis kaum lesbian. Walidin menggunakan
hasil kritik beberapa pembaca terhadap salah satu atau ketiga novel tersebut.
Hasil kritik ini diperoleh dari hasil wawancara maupun dari sumber lain,
seperti internet atau koran yang berbentuk ulasan.
Hasil yang
diperoleh Walidin dari penelitian dalam artikel Seksualitas dalam Novel
Indonesia Kontemporer ini adalah bentuk-bentuk tanggapan atas ketiga novel yang
dikaji, baik tanggapan posif maupun tanggapan negatif. Dari penelitian ini juga
dapat diketahui bahwa resepsi pembaca atas karya sastra bergantung pada periode
pembaca itu berada. Perbedaan periode memengaruhi tanggapan yang diberikan
pembaca terhadap suatu karya sastra.
B.3.
Kelebihan dan Kelemahan Metode Penelitian Resepsi Sastra
Masing-masing
metode dalam penelitian mempunyai kelebihan dan kelemahan. Begitu juga dalam
penelitian resepsi sastra. Masing-masing metode, baik sinkronis maupun
diakronis, mempunyai kelebihan dan kelemahan.
Menurut
beberapa ahli, penelitian sinkronis mempunyai beberapa kelemahan dari segi
proses kerjanya, karena termasuk penelitian eksperimental. Menurut Abdullah
(dalam Jabrohim 2001: 119) penelitian yang tergolong eksperimental dapat
mengalami beberapa kendala saat pelaksaannya di lapangan. Penelitian
eksperimental dinilai sangat rumit, khususnya dalam pemilihan responden,
pemilihan teks sastra, dan penentuan teori. Selain itu, penelitian sinkronis
hanya dapat digunakan untuk mengetahui tanggapan pemabaca pada satu kurun
waktu. Sehingga apabila diterapkan untuk karya sastra yang terbit beberapa
tahun yang lalu, akan sulit membedakan antara tanggapan yang dulu dan masa
sekarang, karena terbentur masalah waktu.
Kelebihan
dari penelitian resepsi sinkronis atau eksperimental ini antara lain (1) reponden
dapat ditentukan tanpa harus mencari artikel kritik sastranya terlebih dahulu;
(2) penelitian resepsi sinkronis dapat dilakukan secara langsung tanpa menunggu
kemunculan kritik atau ulasan mengenai karya sastra; dan (3) dapat dilakukan
pada karya sastra populer.
Pada
penelitian resepsi diakronis, peneliti dapat melakukan penelitian atas
hasil-hasil intertekstual, penyalinan, penyaduran, maupun penerjemahan, yang
berupa karya sastra turunan. Biasanya penelitian dengan menggunakan karya
sastra turunan dapat berupa karya sastra turunan dari karya sastra lama, karya
sastra tradisional, maupun karya sastra dunia.
Dalam metode
diakronis ini, peneliti juga dapat menerapkan teori lain, seperti teori
intertekstualitas, teori sastra bandingan, teori filologi, dan beberapa teori
lain yang mendukung penelitian resepsi diakronis. Hal ini umumnya diterapkan
dalam penelitian karya sastra turunan.
Kelebihan
lain dari penelitian resepsi diakronis adalah kemudahan peneliti dalam mencari
data, yaitu tanggapan pembaca ideal terhadap suatu karya sastra. Sehingga
peneliti tidak harus bersusah payah mencari data dengan teknik wawancara maupun
kuasioner pada responden.
Kelemahan
penelitian resepsi diakronis akan dirasakan oleh para peneliti pemula. Umumnya
peneliti pemula akan mengalami kesulitan dalam menentukan karya sastra yang
dijadikan objek penelitian. Karena umumnya karya sastra yang dikenal banyak
orang telah diteliti resepsinya oleh peneliti-peneliti terdahulu, misalnya pada
penelitian tanggapan atas Belenggu, Madame Bovary, Sri Sumarah dan Bawuk.
Selain itu,
dalam penelitian terhadap karya sastra turunan, khususnya hasil intertekstual,
peneliti akan kesulitan dalam menemukan teks asal dari karya sastra turunan
tersebut. Dalam bidang puisi, peneliti yang menganalisis resepsi atas puisi
Gotoloco karya Goenawan Mohamad akan merasa kesulitan dalam mencari teks
Gatoloco yang asli. Hal ini mungkin juga dirasakan oleh peneliti teks puisi
Asmaradana karya Goenawan Mohamad dan Subagiyo Sastrowardoyo, bahkan untuk
beberapa puisi modern yang mengadopsi cerita-cerita pewayangan.
[1] Siti Hariti Sastriyani, Karya
Sastra Perancis Abad ke-19 Madame Bovary dan Resepsinya di Indonesia. Dalam
Jurnal Humaniora, Volume XIII, No. 3/2001, Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, 2001. H. 253
[2] Dini Eka Rahmawati, Resepsi
Cerita Rakyat Bledhug Kuwu. Skripsi. Semarang: Fakultas Bahasa dan
Seni, Universitas Negeri Semarang. 2008. H. 22
[4] Rachmat Djoko Pradopo. Beberapa
Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. 2007. H. 211
[5] Rachmat Djoko Pradopo. Beberapa Teori
Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya………. H. 211
[6] Suwardi Endraswara. Metodologi
Penelitian Sastra. Yogyakarta: Media Pressindo. 2008. H. 127
[7] Jabrohim. Metodologi
Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita Graha Widia. 2001. H.162-163
Like this:
http://riungsastra.wordpress.com/2012/08/04/resepsi-sastra-teori-dan-metode-penerapannya/
net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar