Istilah Jurnalis Sejak saat itu, dikenal istilah
Jurnalis yang berasal dari kata diurnalis atau mereka yang menjadi juru tulis
senat. Padahal, jika para ahli sains percaya adanya agama, perkembangan
jurnalistik sudah ada pada masa sebelum Jules. Misalnya, catatan Eumenes, 363
SM. Ia telah membuat kisah orang-orang ternama masa itu, dari Alexander yang
agung sampai Aristoteles. Lebih jauh lagi beribu tahun ke belakang adalah masa
Nabi Nuh.
Konon, saat banjir besar menghantam bumi atau
berakhirnya zaman es, riak jurnalistik sudah terbangun. Nabi Nuh AS membutuhkan
kabar yang akurat dan faktual tentang kondisi daratan. Dikirimlah jurnalis
dadakan, namun bisa dipercaya karena memiliki kemampuan “radar magnetis” dan
otak kecil alat navigasi di hidungnya. Ya, burung merpati.
Si Merpati barangkali pangkatnya seorang reporter investigasi yang diminta mencari tahu kadar kesurutan air. Merpati terbang berkeliling hingga menemukan ranting zaitun yang menyebul di lautan. Ranting itu dipatuk, lantas dibawa sehingga Nabi Nuh mengetahui kabar akurat mengenai surutnya air.
Si Merpati barangkali pangkatnya seorang reporter investigasi yang diminta mencari tahu kadar kesurutan air. Merpati terbang berkeliling hingga menemukan ranting zaitun yang menyebul di lautan. Ranting itu dipatuk, lantas dibawa sehingga Nabi Nuh mengetahui kabar akurat mengenai surutnya air.
China
Pada perkembangan selanjutnya, tradisi tulisan berlanjut di China. Surat kabar pertama pun lahir, King Pao. Surat kabar yang mengabarkan titah kaisar. Lantas, jurnalis tulis menulis sedikit surat di zaman kegelapan Eropa walaupun mendapat tempat manis di Asia. Pada masa itu, orang Eropa mengandalkan para penyair dari hall ke hall untuk mengabarkan kisah para raja dan pahlawan. Perkembangan berarti berlangsung pada abad pertengahan. Yakni, hadirnya mesin cetak. Guttenberg (1450), dengan izin Tuhan, benar-benar merevolusi dunia. Kehadiran mesin cetak telah membawa jurnalisme ke titik 100 persen. Kemudian, lahir media massa pertama di Eropa yang tidak ditujukan untuk para raja semata. Yakni, Gazzeta di Venesia.
Sebagaimana umumnya kota Italia yang menganggap raja atau doge sebagai patron, kota dan para pengurusnya bersikap mandiri. Kemandirian informasi di Venesia inilah yang melahirkan Gazzeta.
Pada perkembangan selanjutnya, tradisi tulisan berlanjut di China. Surat kabar pertama pun lahir, King Pao. Surat kabar yang mengabarkan titah kaisar. Lantas, jurnalis tulis menulis sedikit surat di zaman kegelapan Eropa walaupun mendapat tempat manis di Asia. Pada masa itu, orang Eropa mengandalkan para penyair dari hall ke hall untuk mengabarkan kisah para raja dan pahlawan. Perkembangan berarti berlangsung pada abad pertengahan. Yakni, hadirnya mesin cetak. Guttenberg (1450), dengan izin Tuhan, benar-benar merevolusi dunia. Kehadiran mesin cetak telah membawa jurnalisme ke titik 100 persen. Kemudian, lahir media massa pertama di Eropa yang tidak ditujukan untuk para raja semata. Yakni, Gazzeta di Venesia.
Sebagaimana umumnya kota Italia yang menganggap raja atau doge sebagai patron, kota dan para pengurusnya bersikap mandiri. Kemandirian informasi di Venesia inilah yang melahirkan Gazzeta.
Amerika
Di Amerika Utara, perkembangan pers mengikuti sejarah unik penjajahan Inggris pada dataran kolonialnya. Orang kolonial Amerika Utara itu, bahkan, memulihkan nama journalism sebagai kegiatan pencarian berita. Sementara di tanah Inggris sendiri, lahir Oxford Gazzete. Nama newspapper mulai digunakan menggantikan Gazzete yang berbau pizza Italia.
Pada masa awal revolusi Industri, masa Descartes usai mencerahkan Eropa dengan filsafat ilmunya, jurnalistik mulai dipandang sebagai ilmu baru di ranah sosial. Karl Bucher dan Max Weber di Universitas Basel Swiss memperkenalkan cabang baru ilmu persuratkabaran, Zeitungkunde pada 1884.
Di Amerika Utara, perkembangan pers mengikuti sejarah unik penjajahan Inggris pada dataran kolonialnya. Orang kolonial Amerika Utara itu, bahkan, memulihkan nama journalism sebagai kegiatan pencarian berita. Sementara di tanah Inggris sendiri, lahir Oxford Gazzete. Nama newspapper mulai digunakan menggantikan Gazzete yang berbau pizza Italia.
Pada masa awal revolusi Industri, masa Descartes usai mencerahkan Eropa dengan filsafat ilmunya, jurnalistik mulai dipandang sebagai ilmu baru di ranah sosial. Karl Bucher dan Max Weber di Universitas Basel Swiss memperkenalkan cabang baru ilmu persuratkabaran, Zeitungkunde pada 1884.
SEJARAH JURNALISME DI INDONESIA
Pada awalnya, komunikasi antar manusia sangat
bergantung pada komunikasi dari mulut ke mulut. Catatan sejarah yang berkaitan
dengan penerbitan media massa terpicu penemuan mesin cetak oleh Johannes Gutenberg. Di Indonesia, perkembangan
kegiatan jurnalistik diawali oleh Belanda. Beberapa pejuang kemerdekaan Indonesia pun
menggunakan kewartawanan sebagai alat perjuangan. Di era-era inilah Bintang
Timoer, Bintang Barat, Java
Bode, Medan Prijaji, dan Java
Bode terbit.
Pada masa pendudukan Jepang mengambil alih
kekuasaan, koran-koran ini dilarang. Akan tetapi pada akhirnya ada lima media
yang mendapat izin terbit: Asia Raja, Tjahaja,
Sinar
Baru, Sinar Matahari, dan Suara
Asia. Kemerdekaan Indonesia membawa berkah bagi kewartawanan.
Pemerintah Indonesia menggunakan Radio Republik Indonesia sebagai media
komunikasi. Menjelang penyelenggaraan Asian Games
IV, pemerintah memasukkan proyek televisi. Sejak tahun 1962 inilah Televisi Republik Indonesia muncul dengan
teknologi layar hitam putih.
Masa kekuasaan presiden Soeharto,
banyak terjadi pembreidelan media massa. Kasus Harian Indonesia Raya dan Majalah Tempo
merupakan dua contoh kentara dalam sensor kekuasaan ini. Kontrol ini dipegang
melalui Departemen Penerangan dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Hal
inilah yang kemudian memunculkan Aliansi Jurnalis Independen yang
mendeklarasikan diri di Wisma Tempo Sirna Galih, Jawa Barat.
Beberapa aktivisnya dimasukkan ke penjara.
Titik kebebasan pers mulai terasa lagi saat BJ Habibie
menggantikan Soeharto. Banyak media massa yang muncul kemudian dan PWI tidak
lagi menjadi satu-satunya organisasi profesi.
Kegiatan kewartawanan diatur dengan
Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 yang dikeluarkan Dewan Pers
dan Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yang dikeluarkan oleh Komisi
Penyiaran Indonesia atau KP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar