Minggu, 07 Juli 2013

SAKARATUL MAUT DAN PERAWATAN JENAZAH


Pendahuluan
Bimbingan rohani pasien merupakan bagian integral dari bentuk pelayanan kesehatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan bio-Psyco-Socio-Spritual ( APA, 1992 ) yang komprehensif, karena pada dasarnya setiap diri manusia terdapat kebutuhan dasar spiritual ( Basic spiritual needs, Dadang Hawari, 1999 ).
Pentingnya bimbingan spiritual dalam kesehatan telah menjadi ketetapan WHO yang menyatakan bahwa aspek agama ( spiritual ) merupakan salah satu unsur dari pengertian kesehataan seutuhnya (WHO, 1984). Oleh karena itu dibutuhkan dokter, terutama perawat untuk memenuhi kebutuhan spritual pasien.
Perawat memiliki peran untuk memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis, dan spiritual klien. Akan tetapi, kebutuhan spiritual seringkali dianggap tidak penting oleh perawat. Padahal aspek spiritual sangat penting terutama untuk pasien yang didiagnosa harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut dan seharusnya perawat bisa menjadi seperti apa yang dikemukakan oleh Henderson, “The unique function of the nurse is to assist the individual, sick or well in the performance of those activities contributing to health or its recovery (or to a peaceful death) that he would perform unaided if he had the necessary strength will or knowledge”,maksudnya perawat akan membimbing pasien saat sakaratul maut hingga meninggal dengan damai.
Biasanya pasien yang sangat membutuhkan bimbingan oleh perawat adalah pasien terminal karena pasien terminal, pasien yang didiagnosis dengan penyakit berat dan tidak dapat disembuhkan lagi dimana berakhir dengan kematian, seperti yang dikatakan Dadang Hawari (1977,53)orang yang mengalami penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual,dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian khusus”. Sehingga, pasien terminal biasanya bereaksi menolak, depresi berat, perasaan marah akibat ketidakberdayaan dan keputusasaan. Oleh sebab itu, peran perawat sangat dibutuhkan untuk mendampingi pasien yang dapat meningkatkan semangat hidup klien meskipun harapannya sangat tipis dan dapat mempersiapkan diri pasien untuk menghadapi kehidupan yang kekal.
Dalam konsep islam, fase sakaratul maut sangat menentukan baik atau tidaknya seseorang terhadap kematiannya untuk menemui Allah dan bagi perawat pun akan dimintai pertanggungjawabannya nanti untuk tugasnya dalam merawat pasien di rumah sakit. Dan fase sakaratul maut adalah fase yang sangat berat dan menyakitkan seperti yang disebutkan Rasulullah tetapi akan sangat berbeda bagi orang yang mengerjakan amal sholeh yang bisa menghadapinya dengan tenang dan senang hati.
Ini adalah petikan Al-Quran tentang sakaratul maut.
”Datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya.”(QS.50:19).
“ Alangkah dahsyatnya ketika orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut.” (QS. 6:93).


Rumusan masalah
1.      Perawatan pasien yang akan meninggal?
2.      perawatan jenazah dengan penyakit menular?














A.    Pembahasan
1.      Perawatan pasien yang akan meninggal.
Pengertian:
Memberi pelayanan khususjasmaniah dan rohaniah kepada pasien yang akan meninggal.
2.   Gejala-gejala pasien menjelang ajal:
a)      pernapasan dangkal,frekuensi cepat,makin lama makin berkurang akhirnya berhenti.
b)      Denyut nadi kecil,tidak teratur,sering tidak teraba.
c)      Refleks dan tonus otot berkurang.
d)     Pasien tampak pucat,sering disertai sianosis,terlihat pada jarijari, bibir dan kuku,kuku tangan dan kaki terasa dingin.
e)      Kesadaran makin lama makin berkurang dan akhirnya hilang.
f)       Pasien kadang-kadang gelisah dan berkeringat.

3. Meredakan nyeri orang yang menjelang ajal:
Pada pasien yang berada pada tahap akhir penyakit,penting untuk mengingat bahwa salah satu tujuan utama keperawatan adalah menghilangkan atau meredakan penderitaan. Pedoman berikut akan membantu :
a)      Selalu percaya apa yang pasien katakan tentang nyeri mereka. Jangan pernah membuat keputusan anda sendiri tentang seberapa nyeri yang mereka rasakan.
b)      Banyak pasien takut bahwa mereka akan meninggal dalam pederitaan yang dalam.Tenngkan mereka dan beritahu mereka bahwa anda dapat merawat nyeri tersebut dan bahwa mereka tidak perlu merasa takut.
c)      Berikan dosis medikasi nyeri yang memberikan pengendalian nyeri paling besar dengan efek samping paling kecil.
4. Pertahankan kenyamanan pasien
a.       Pasien mungkin menderita ketidaknyamanan lain, sebagian karena medikasi nyeri.
b.      Bila pasien konstipasi, Laksatif mungkin membantu. Juga dorong pasien untuk meminum jus buah.
c.       Sebanyak mungkin, beri pasien diet tinggi kalori dan tinggi vitamin. Jangan paksa pasie untuk makan. Pasien harus makan hanya makanan yang dia ingin makan.
d.      Dorong pasien untuk minum cairan.
e.       Pertahankan pasien bersih; mandikan dengan sering, beri
1.         Perawatan mulut bila mulut kering, dan bersihkan kelopak mata bila ada sekresi.
a)      Bantu pasien turun dari tempat tidur dan duduk di kursi bila Ia mampu. Jika tidak, ganti posisi setiap dua jam dan coba untuk mempertahankan pasien dalam posisi apapun yang paling nyaman.
b)      Jika pasien mengalami kesulitan bernapas, Bantu ia duduk.
c)      Jika jalan napas tersumbat, Anda mungkin perlu melakukan penghisapan pada tenggoroka pasien.
d)     Jika pasien merasakan napas pendek atau kekurangan udara, berikan oksigen.
e)      Bahkan ketika pasien hampir meninggal, mereka dapat mendengar, sehingga jangan berbicara dengan berbisik, tapi bicaralah dengan jelas. Pasien juga masih merasakan sentuhan anda.
2.      Penyakit terminal adalah suatu penyakit yag tidak bisa disembuhkan lagi. Kematian adalah tahap akhir kehidupan.Dalam memberikan pelayanan keperawatan pada klien yang sedang dalam keadaan terminal, perawat harus memperhatikan hak-hak pasien berikut ini:
a.       Hak diperlakukan sebagaimana manusia yang hidup sampai ajal tiba.
b.      Hak mempertahankan harapannya, tidak peduli apapun perubahan yang terjadi.
c.       Hak mendapatkan perawatan yang dapat mempertahankan harapannya, apapun yang terjadi.
d.      Hak mengekspresikan perasaan dan emosinya sehubungan dengan kematian yang sedang dihadapinya,
e.       Hak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan perawatan,
f.       Hak memperoleh perhatian dalam pengobatan dan perawatan secara berkesinambungan, walaupun tujuan penyembuhannya harus diubah menjadi tujuan memberikan rasa nyaman,
g.      Hak untuk tidak meninggal dalam kesendirian,
h.      Hak untuk bebas dari rasa sakit,
i.        Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaannya secara jujur,
j.        Hak untuk memperoleh bantuan dari perawat atau medis untuk keluarga yang ditinggalkan agar dapat menerima kematiannya,
k.      Hak untuk meninggal dalam damai dan bermartabat,
l.        Hak untuk tetap dalam kepercayaan atau agamanya dan tidak diambil keputusan yang bertentangan dengan kepercayaan yang dianut,
m.    Hak untuk memperdalam dan meningkatkan kepercayaannya, apapun artinya bagi orang lain,
n.      Hak untuk mengharapkan bahwa kesucian raga manusia akan dihormati setelah yang bersangkutan meninggal,
o.      Hak untuk mendapatkan perawatan dari orang yang profesional, yang dapat mengerti kebutuhan dan kepuasan dalam mnghadapi kematian.

5.      Tujuan merawat pasien menjelang ajal adalah:
1.      Memberi perasaan tenang dan tentram pada pasien dalam menghadapi maut denga memberikan bantuan fisik dan spritual sehingga meringankan penderitaannya.
2.      Memberi simpati dan kesan yang baik terhadap keluarga pasien .
3.      Mempertahankan pasien yang nyaman dan bebas dari nyeri.
4.       Membuat hari-hari akhir pasien sebaik mungkin untuk pasien maupun keluarga, dengan sedikit mungkin penderitan.
5.      Membantu pasien meninggal dengan damai.
6.      Memberikan kenyamanan bagi keluarga.

6. Cara kerja:
a)      Persiapan alat-alat:
a.       Disediakan tempat tersendiri
b.      Alat-alat pemberian O2.
c.       Alat resusitasi.
d.      Tensi meter.
e.       Stetoskop.
f.       Pinset.
g.      Kasa penekan & air matang dalam kom kecil atau gelas untuk membasahi bibir.
h.      Kertas tissue(kertas lap).
i.        Kapas.
j.        Handuk kecil atau lap pembasuh(waslap) untuk menyeka keringat pasien.
k.      Alat tenun secukupnya:
a. Sprei.
b. Baju.
c. Selimut.
b)     Persiapan pasien:
1.      Pasien disiapkan menurut agama dan kepercayaan masing masing.
2.      Memberitahukan keluarga. catatan untuk menulis pesan atau amanat dan lain-lain yangdiperlukan.
c). Pelaksanaan:
a.       Pasien disendirikan/dipisahkan dari pasien lain.
b.      Pasien tidak boleh ditinggalkan sendiri.
c.       Keluarga diizinkan menunggu dan diberitahu keadaan pasien dengan cara yang bijaksana oleh dokter/perawat.
d.      Pasien harus selalu dalam keadaan bersih,keringat diseka.
e.       Usahakan keadaan sekitarnya dalam keadaan tenang.
f.       Bila bibir kering dibasahi dengan kasa yang dibasahkan dengan air matang,diambil dengan pinset.
g.      Membantu melayani dalam upacara keagamaan.
h.      Mengamati tanda-tanda kehidupan (vital signs) terus-menerus.
d). Perhatian:
a. Berbicaralah dengan suara yang lembut dengan penuh perhatian.
b. Jangan tertawa dan bergurau disekitar tempat pasien yang akan meninggal
7.      Perawatan Jenazah Dengan Penyakit Menular.[1]
Perawatan jenazah penderita penyakit menular dilaksanakan dengan selalu menerapkan kewaspadaan universal tanpa mengakibatkan tradisi budaya dan agama yang dianut keluarganya. Setiap petugas kesehatan terutama perawat harus dapat menasehati keluarga jenazah dan mengambil tindakan yang sesuai agar penanganan jenazah tidak menambah risiko penularan penyakit seperti halnya hepatitis-B, AIDS, kolera dsb.
 Tradisi yang berkaitan dengan perlakuan terhadap jenazah tersebut dapat diizinkan dengan memperhatikan hal yang telah disebut di atas, seperti misalnya mencium jenazah sebagai bagian dari upacara penguburan. Perlu diingat bahwa virus HIV hanya dapat hidup dan berkembang dalam tubuh manusia hidup, maka beberapa waktu setelah penderita infeksi-HIV meninggal, virus pun akan mati.
Beberapa pedoman perawatan jenazah adalah seperti berikut:

A. Tindakan di Luar Kamar Jenazah.
1. Mencuci tangan sebelum memakai sarung tangan.
2. Memakai pelindung wajah dan jubah.
3. Luruskan tubuh jenazah dan letakkan dalam posisi terlentang dengan tangan di sisi atau terlipat di dada.
4. Tutup kelopak mata dan/atau ditutup dengan kapas atau kasa; begitu pula mulut, hidung dan telinga.
5. Beri alas kepala dengan kain handuk untuk menampung bila ada rembesan darah atau cairan tubuh lainnya.
6. Tutup anus dengan kasa dan plester kedap air.
7. Lepaskan semua alat kesehatan dan letakkan alat bekas tersebut dalam wadah yang aman sesuai dengan kaidah kewaspadaan universal.
8. Tutup setiap luka yang ada dengan plester kedap air.
9. Bersihkan tubuh jenazah dan tutup dengan kain bersih untuk disaksikan oleh keluarga.
10. Pasang label identitias pada kaki.
11. Bertahu petugas kamar jenazah bahwa jenazah adalah penderita penyakit menular.
12. Cuci tangan setelah melepas sarung tangan.

B. Tindakan di Kamar Jenazah.
1.      Lakukan prosedur baku kewaspadaan universal yaitu cuci tangan sebelum memakai sarung tangan.
2.      Petugas memakai alat pelindung:
a.        Sarung tangan karet yang panjang (sampai ke siku).
b.      Sebaiknya memakai sepatu bot sampai lutut.
c.       Pelindung wajah (masker dan kaca mata).
d.      Jubah atau celemek, sebaiknya yang kedap air.
3.      Jenazah dimandikan oleh petugas kamar jenazah yang telah memahami cara membersihkan/memandikan jenazah penderita penyakit menular.
4.      Bungkus jenazah dengan kain kaifan atau kain pembungkus lain sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianut.
5.      Cuci tangan dengan sabun sebelum memakai sarung tangan dan sesudah melepas sarung tangan.
6.      Jenazah yang telah dibungkus tidak boleh dibuka lagi.
7.      Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik untuk pengawetan kecuali oleh petugas khusus yang telah mahir dalam hal tersebut.
8.      Jenazah tidak boleh diotopsi. Dalam hal tertentu otopsi dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari pimpinan rumah sakit dan dilaksanakan oleh petugas yang telah mahir dalam hal tersebut.
9.      Beberapa hal lain yang perlu diperhatikan adalah:
a.       Segera mencuci kulit dan permukaan lain dengan air mengalir bila terkena darah atau cairan tubuh lain.
b.      Dilarang memanipulasi alat suntik atau menyarungkan jarum suntik ke tutupnya. Buang semua alat/benda tajam dalam wadah yang tahan tusukan.
c.       Semua permukaan yang terkena percikan atau tumpahan darah dan/atau cairan tubuh lain segera dibersihkan dengan larutan klorin 0,5%.
d.      Semua peralatan yang akan digunakan kembali harus diproses dengan urutan: dekontaminasi, pembersihan, disinfeksi atau sterilisasi.
e.       Sampah dan bahan terkontaminasi lainnya ditempatkan dalam kantong plastic.
f.       Pembuangan sampah dan bahan yang tercemar sesuai cara pengelolaan sampah medis.
Kesimpulan
1.      Bimbingan rohani pasien merupakan bagian integral dari bentuk pelayanan kesehatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan bio-Psyco-Socio-Spritual ( APA, 1992 ) yang komprehensif, karena pada dasarnya setiap diri manusia terdapat kebutuhan dasar spiritual ( Basic spiritual needs, Dadang Hawari, 1999 ).
2.      Perawatan jenazah penderita penyakit menular dilaksanakan dengan selalu menerapkan kewaspadaan universal tanpa mengakibatkan tradisi budaya dan agama yang dianut keluarganya.
Penutup
Alhamdulilah ahirnya tugas ini bisa kami seleseaikan,  dan apa bila ada kesalahan dalam penulisan maupun pembahasan kami minta maaf dan kepada Allah kami mohon Ampun.
Sebagai manusia biasa kami menyadari bahwa tugas yang kami susun belum sempurna dan untuk menyempurnakan tugas-tugas selanjutnya kami mohon keritik dan saran dari kawan-kawan semua.



Daftar pustaka.

Hasbi Al-shiddiqy, Pengantar Hukum Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1975
Muhamad Abu Zahra, Ushul Fiqih, PT Pustaka Pirdaus, Jakarta, 1990



[1] . Diambil dari ‘Pedoman Tatalaksanaan Klinis Infeksi HIV di Sarana Pelayanan  Kesehatan’ halaman 198-199, terbitan PPM & PL Depkes 2001

Tidak ada komentar:

Posting Komentar